Kelapa Sawit Indonesia Berada di Persimpangan Jalan, Mampukah Menghadapi Tantangan Global?

Ilustrasi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit sebagai bahan pembuatan BBM Biodiesel B40

JAKARTA, borneoreview.co – Mantan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) periode 2015-2023, Joko Supriyono, menyatakan bahwa industri kelapa sawit Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan. Komoditas unggulan ini bisa kembali meraih kejayaannya atau justru stagnan.

Pernyataan tersebut ia sampaikan saat meluncurkan buku karyanya berjudul Masih Berjayakah Sawit Indonesia Menghadapi Tantangan Sustainability Global, di Jakarta, Kamis.

Joko menekankan bahwa berbagai pihak, terutama pemerintah dan pelaku usaha, harus mendukung kelapa sawit untuk mempertahankan pertumbuhan komoditas ini.

“Harapan saya, buku ini bisa membuka mata banyak pihak agar komoditas ini kembali berjaya. Jangan sampai nasibnya seperti kakao, kapas, karet, dan gula yang dulu menjadi andalan ekspor, namun kini kita harus mengimpornya,” ungkapnya.

Selain menghadapi kompetisi dengan minyak nabati lain seperti biji bunga matahari dan rapeseed, Joko menjelaskan bahwa tantangan utama industri sawit saat ini adalah isu keberlanjutan (sustainability).

Menurutnya, pihak-pihak yang bersaing di industri sering menggunakan label tersebut untuk kampanye negatif. Padahal, kelapa sawit bisa menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang tidak bisa diperbarukan, seperti melalui produksi biodiesel.

“Kita perlu komitmen besar dari pemerintah dan pelaku usaha untuk menjaga kejayaan kelapa sawit. Diplomasi, advokasi, hingga litigasi harus kita lakukan, serta proteksionisme seperti yang diterapkan oleh negara-negara penghasil minyak nabati lainnya,” tegas Joko.

Dalam bukunya, Joko merangkum berbagai tantangan dan solusi yang dihadapi industri kelapa sawit selama beberapa tahun terakhir, termasuk risiko stagnasi produktivitas dan tantangan sustainability. Buku ini menjadi refleksi dari perjalanan panjang Joko selama lebih dari 38 tahun di industri ini.

Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, menjelaskan bahwa sustainability merupakan tuntutan pasar yang tidak bisa diabaikan.

“Kami sudah menjalankan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), dan penguatan sertifikasi ini penting agar bisa diterima di pasar global,” ujarnya.

Martono juga berharap pihak-pihak terkait dapat segera menyelesaikan masalah kebijakan dan biaya, terutama yang berkaitan dengan perkebunan masyarakat yang berada dalam kawasan hutan.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin, memuji buku tersebut. Menurutnya, buku ini memberikan peringatan yang baik mengenai masa depan industri kelapa sawit. (Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *