BANJARMASIN, borneoreview.co – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kalimantan Selatan (Kemenkum Kalsel), Nuryanti Widyastuti, menegaskan komitmen pihaknya dalam memperkuat sosialisasi dan edukasi guna mengawal transisi menuju Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional.
“Implementasi KUHP Nasional bukan sekadar pergantian regulasi, tetapi juga perubahan mendasar dalam paradigma hukum pidana di Indonesia,” ujar Nuryanti di Banjarmasin, Kamis (30/1).
Menurutnya, KUHP Nasional membawa visi utama berupa keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan tidak hanya dari aparat penegak hukum, tetapi juga masyarakat luas.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam memastikan bahwa hukum pidana yang baru benar-benar mencerminkan nilai-nilai keadilan yang lebih berorientasi pada pemulihan, bukan sekadar penghukuman.
KUHP Nasional sendiri telah disahkan pada 6 Desember 2022 dan diundangkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023, yang dijadwalkan berlaku mulai tahun 2026. Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah mengubah paradigma hukum pidana yang selama ini diterapkan di Indonesia.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan bahwa tim penyusun KUHP telah menyiapkan dua langkah utama, yaitu membentuk peraturan pelaksana dan melakukan sosialisasi secara luas.
“KUHP mengubah paradigma kita dalam konteks hukum pidana, dan sampai sekarang paradigma itu belum sepenuhnya berubah,” ujar Eddy, sapaan akrabnya.
Ia mengakui bahwa perubahan paradigma ini bukan hal mudah, dengan tantangan utama adalah kesiapan aparat penegak hukum sebelum akhirnya diterapkan secara menyeluruh kepada masyarakat.(Ant)