Site icon Borneo Review

Kesaksian Nenek Korban Kekerasan PT. TPL yang Sempat Hilang Akhirnya Kembali

Sihaporas

Ompu Denata boru Hutabarat (62), seorang nenek dari komunitas adat Lamtoras, akhirnya ditemukan selamat setelah sempat dinyatakan hilang pasca penyerangan yang dilakukan ratusan pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL) di wilayah kelola Masyarakat Adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. (borneoreview/istimewa)

SIHAPORAS, borneoreview.co – Ompu Denata boru Hutabarat (62), seorang nenek dari komunitas adat Lamtoras, akhirnya ditemukan selamat setelah sempat dinyatakan hilang pasca penyerangan brutal yang dilakukan ratusan pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL) di wilayah kelola Masyarakat Adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.

Penyerangan yang terjadi pada Senin (22/9/2025) itu awalnya melibatkan sekitar 150 orang hingga 300 orang dan terus bertambah dari pekerja, sekuriti, dan diduga preman bayaran TPL. Mereka menyerang barisan Masyarakat Adat di Buttu Pangaturan secara membabi buta, saat masyarakat berupaya menolak kehadiran TPL diatas tanahnya. Warga berhamburan menyelamatkan diri, termasuk Ompu Denata yang dalam kondisi kurang sehat dan tidak bisa berlari dengan cepat.

Menurut kesaksiannya, saat serangan terjadi, Ompu Denata memilih menyelamatkan diri dan masuk ke rumah salah seorang warga. Rumah itu kemudian dibakar sehingga dengan terpaksa berlari ke arah hutan. “Aku pergi ke hutan, setelah rumah itu dibakar. Aku melihat kawanku yang lain dipukuli. Saya terus bersembunyi masuk ke hutan, hanya bisa berdoa,” ujarnya dengan suara bergetar.

Ia bertahan seharian penuh di dalam hutan. Ketika malam tiba, ia mencoba keluar untuk pulang ke rumahnya. Namun di tengah perjalanan, ia kembali melihat segerombolan orang tak dikenal yang diduga preman bayaran TPL berkeliaran di sekitar lokasi.

“Aku lihat ada orang-orang itu lagi, aku takut. Saat bersamaan, aku melihat ada tenda pembungkus kompos. Ku ambil tenda itu, lalu aku tengkurap di bawahnya, sambil terus berdoa agar jangan ketahuan,” tuturnya.

Ketakutannya semakin besar ketika ia mendengar suara drone berputar di atas kepalanya. “Bunyi drone itu jelas, pas di atas kepala ku. Aku hanya bisa menutup tubuh dengan tenda itu sambil berdoa,” ungkapnya.

Dalam kondisi penuh ketakutan, Ompu Denata akhirnya tertidur di bawah terpal tersebut hingga fajar menyingsing. Sekitar pukul 06.00 WIB ia terbangun, lalu memantau keadaan sekitar. Melihat situasi mulai tenang, ia memberanikan diri melanjutkan perjalanan pulang dengan kondisi kaki sakit. Sekitar pukul 10.00 WIB, ia tiba di rumahnya dan disambut dengan isak tangis keluarga yang sejak kemarin kehilangan kabar.

Sementara perempuan adat sudah melakukan pencarian setelah matahari terbit pagi ini. Dan mereka kembali ke kampung pukul 11.40 wib  setelah mendapat informasi bahwa ibu Masta yang mereka cari telah kembali ke kampung.
“Kami terpaksa harus berangkat mencarinya, karena polisi yang kami minta bantu tidak ada memberikan informasi keberadaannya sejak kemarin” ujar salah seorang perempuan adat yang melakukan pencarian.

Warga Terluka dan Kerugian Besar

Sementara itu, pengurus Lembaga Adat Lamtoras menyebutkan sebanyak 33 warga terluka dalam penyerangan tersebut, dengan 14 orang terpaksa dilarikan ke rumah sakit sampai sekarang 9 orang masih dirawat intensif di Rumah Sakit.

Tak hanya korban luka, kerugian material juga sangat besar. Posko perjuangan Masyarakat Adat Sihaporas dibakar, lima gubuk pertanian hangus, empat rumah warga dibakar sepuluh sepeda motor dibakar, delapan sepeda motor dirusak, satu unit mobil pick-up hangus, serta barang-barang pribadi seperti surat-surat, ijazah, enam telepon genggam, satu laptop, dan satu mesin pencacah rumput turut musnah.

Masyarakat adat sempat tidak bisa melakukan pencarian terhadap Ompu Denata karena akses menuju lokasi dijaga ketat oleh karyawan dan sekuriti TPL pada beberapa titik. Selain itu, jalan menuju lahan yang direbut PT. TPL telah digali lubang besar sehingga menggangu akses atau jalur evakuasi.

Pengurus Lamtoras juga menegaskan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polres Simalungun melalui DPD RI, Pastor JPIC Medan dan beberapa lembaga lainnya, namun hingga pukul 10.00 wib hari ini tidak ada aparat yang hadir di lapangan pasca penyerangan itu, termasuk untuk melakukan pencarian terhadap Op. Deonata sebelumnya.
Kapolsek Sidamanik dan rombongan baru tiba di kampung setelah korban sudah kembali, sekitar pukul 11.00 an Wib

“Kami sudah meminta bantuan, tapi tidak ada polisi yang datang. Kami benar-benar ditinggalkan menghadapi kekerasan ini sendiri,” kata Ambarita, pengurus Lamtoras.

Komunitas adat Lamtoras menuntut negara segera menghentikan tindakan kekerasan berulang yang dilakukan PT TPL dan menegakkan hukum terhadap para pelaku serta pihak yang bertanggung jawab.***

Exit mobile version