Site icon Borneo Review

Ketika Listrik di Ujung Desa Mulai Menyala dan Ekonomi pun Bergerak

Listrik Masuk Desa

Ruslan (52) penerima manfaat program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) berpose di rumahnya di Desa Bandar Jaya, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (16/10/2025) (ANTARA/Shofi Ayudiana)

BANYUASIN, borneoreview.co – Mata Ruslan (52) tampak berkaca-kaca menceritakan tentang rumahnya, yang akhirnya mendapatkan aliran listrik untuk pertama kalinya.

Bagi Ruslan, cahaya itu bukan sekadar lampu yang menyala, tapi harapan yang perlahan tumbuh di sudut-sudut rumah panggung miliknya di Desa Bandar Jaya, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Ia menuturkan bahwa dulu ia bekerja sebagai sopir truk, merantau dari satu kota ke kota lain di Sumatera Selatan dan Pulau Jawa.

Setelah bertahun-tahun hidup berpindah-pindah, pada 2010 ia dan istrinya, Samitri (49), memutuskan untuk pulang ke kampung halaman.

Mereka ingin membesarkan anak-anak di tanah kelahiran, meski harus memulai segalanya dari nol.

Di desa itu, listrik belum menjangkau rumah-rumah warga. Ruslan dan tetangganya mengandalkan genset untuk penerangan, dengan bahan bakar yang harus dibeli.

Namun, karena keterbatasan daya listrik yang dihasilkan dan keterbatasan ekonomi untuk membeli bahan bakar, Ruslan tak bisa menyalakan genset sepanjang hari.

Biasanya, ia menyalakannya sebentar sekitar pukul 04.30 setelah salat subuh, sekadar untuk menyiapkan sarapan.

Setelah itu, mesin dimatikan dan baru dinyalakan kembali sore hari sekitar pukul 17.30 hingga pukul 22.00.

Sebagai buruh tani di kebun karet dan sawit, penghasilan Ruslan tak menentu. Kadang Rp700 ribu dari sawit, kadang Rp800 ribu dari karet. Totalnya paling tinggi Rp1,6 juta sebulan.

Ruslan bercerita bahwa istrinya sebenarnya penjahit. Namun, sebelum ada listrik, semangat sang istri untuk menjahit sempat menurun karena harus mengandalkan genset yang sulit dinyalakan.

Selain itu, aliran listrik dari genset juga tidak stabil sehingga mesin jahit kerap mati mendadak.

Kini, setelah listrik masuk ke rumah, semuanya menjadi lebih mudah. Cukup colok dan langsung bisa digunakan.

Keluarga Ruslan menjadi salah satu penerima manfaat program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan PT PLN (Persero).

Melalui program ini, mereka mendapat sambungan listrik gratis untuk rumah tinggal.

Bagi Ruslan, listrik bukan sekadar cahaya. Ia adalah harapan. Anak sulungnya kini kuliah merantau di Palembang, sementara anak bungsunya masih SMA dan harus naik motor sendiri ke sekolah.

Ia menyampaikan bahwa kehadiran listrik membuat anaknya bisa belajar dengan lebih baik. Selain itu, ia juga bisa menghemat pengeluaran hingga Rp200 ribu per bulan.

Dengan sistem token, menurutnya biaya listrik kini cukup sekitar Rp100 ribu saja.

Sebelum listrik masuk, Ruslan harus merogoh kocek hingga Rp390 ribu setiap bulan hanya untuk membeli bahan bakar genset.

Padahal, itu hanya cukup untuk menyalakan lampu di malam hari —sekitar 1 liter BBM per malam seharga Rp13 ribu. Jumlah yang besar bagi keluarga dengan penghasilan terbatas.

PLN UIP KLB terus berkomitmen menghadirkan listrik yang andal demi memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendukung pembangunan daerah. (borneoreview/Istimewa)

Ia menjelaskan bahwa penghasilan istrinya dari menjahit berkisar Rp30 ribu per hari.

Dari uang itu, sang istri mengurus kebutuhan makan keluarga, sementara ia sendiri menanggung biaya sekolah anak-anak, termasuk membelikan sepeda motor untuk anaknya yang duduk di bangku SMA.

Karena keterbatasan ekonomi yang dihadapi, pemerintah desa setempat mengusulkan keluarga Ruslan sebagai penerima bantuan sambungan listrik dari program BPBL.

Setelah melalui proses survei, harapan itu akhirnya terwujud dan keluarga Ruslan dinyatakan layak menerima bantuan.

Sejak Rabu (15/10), aliran listrik pun mulai menerangi rumah mereka, membuka lembaran baru dalam kehidupan sehari-hari.

Kini, dengan listrik menyala di rumah, semangat hidup Ruslan dan keluarganya ikut menyala. Malam hari tak lagi gelap. Mesin jahit Samitri kembali berdengung.

Anak-anak bisa belajar dengan tenang. Dan Ruslan bisa menyimpan sedikit uang untuk kebutuhan lain.

“Bagi kami, listrik itu seperti surga yang ditunggu. Mungkin bagi orang kota biasa saja, tetapi buat kami ini berkah besar. Semoga anak-anak bisa belajar lebih giat, orang tua lebih semangat kerja, dan impian bisa dikejar,” kata dia.

Pemerataan Listrik

Desa Bandar Jaya termasuk wilayah terpelosok di Sumatera Selatan. Desa ini berjarak sekitar 130 kilometer dari ibu kota Sumatera Selatan, Palembang, dengan waktu tempuh bisa mencapai 3 hingga 4 jam perjalanan darat.

Letaknya yang jauh dari pusat kota membuat banyak desa di sekitarnya belum tersentuh akses listrik. Jika pun sudah ada jaringan, tak semua keluarga mampu membayar biaya penyambungan.

Oleh karena itu, Bandar Jaya menjadi salah satu sasaran utama program Listrik Desa (Lisdes) dan BPBL.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo bahkan meresmikan langsung program tersebut di desa ini pada Kamis (16/10).

Di Sumatera Selatan, terdapat 11 desa yang merupakan bagian dari total 1.285 lokasi Program Listrik Desa Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Tahun 2025.

Dari 11 desa tersebut, tujuh desa di antaranya berada di wilayah Musi Banyuasin, yakni Desa Bandar Jaya, Desa Epil Barat, Desa Kepayang, Desa Mangsang, Desa Muara Merang, Desa Pangkalan Bulian, dan Desa Sako Suban.

Kepala Desa Bandar Jaya, Rosidin, menyampaikan rasa syukur atas terealisasinya program ini.

“Hampir 10 tahun warga menunggu. Alhamdulillah, dalam waktu dekat ini jaringan listrik dan sarana penerangan bakal terealisasi. Ini sangat membantu perekonomian warga dan mendukung anak-anak kami belajar lebih baik,” ucapnya.

Adapun, di Bandar Jaya, pembangunan infrastruktur kelistrikan mencakup jaringan tegangan menengah (JTM) sepanjang 5,3 kilometer sirkuit (kms).

Jaringan tegangan rendah (JTR) sepanjang 3,42 kms, gardu distribusi berkapasitas 100 kVA, serta penyambungan listrik untuk 63 calon pelanggan baru.

Tak hanya di Bandar Jaya, pemerintah terus memperluas akses listrik bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil dan perbatasan dalam rangka pemanfaatan energi, yang semakin merata.

Saat ini masih ada 5.700 desa dan 4.310 dusun yang belum teraliri listrik. Pemerintah memastikan seluruh desa di Indonesia teraliri listrik paling lambat tahun 2030.

Walau menghadapi berbagai tantangan teknis dan biaya yang tidak kecil, serta kenyataan bahwa pembangunan jaringan listrik di wilayah terpencil.

Seorang peserta program WiSER (Women in Sustainability, Environment and Renewable Energy) berjalan di antara modul panel surya pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat, Jumat (19/9/2025). ANTARA/Putu Indah Savitri.

Hal itu sering kali tidak menguntungkan secara bisnis bagi PLN, pemerintah tetap berkomitmen untuk menghadirkan cahaya hingga ke pelosok.

Upaya ini menjadi wujud nyata kehadiran negara dalam memenuhi hak dasar seluruh warga untuk mendapatkan akses energi yang setara.

Menurut data PLN, pelaksanaan program listrik desa tahun 2025 akan menjangkau 1.285 desa.

PLN akan membangun infrastruktur jaringan tegangan menengah sepanjang 4.770 kilometer sirkuit (kms), 3.265 kms jaringan tegangan rendah, dan 94.040 kilovolt ampere (kVA) gardu distribusi.

Targetnya, lebih dari 77 ribu keluarga bisa menikmati listrik.

Sementara, program BPBL menyasar 215.000 rumah tangga miskin di 36 provinsi agar dapat menikmati listrik gratis, lengkap dengan instalasi rumah tangga dan token perdana sebesar Rp100.000.

Di tengah ribuan desa yang masih menanti terang, kisah Ruslan dan keluarganya menjadi cermin kecil dari perubahan besar yang sedang berjalan.

Listrik bukan sekadar cahaya. Ia adalah awal dari perubahan: membuka ruang bagi anak-anak untuk belajar, bagi orang tua untuk mencari nafkah, dan bagi keluarga untuk menata mimpi serta masa depan yang lebih sejahtera.

Di ujung kampung, di rumah sederhana yang kini terang benderang, Ruslan dan keluarganya menatap masa depan dengan lebih percaya diri.

Terang itu bukan hanya soal cahaya, tapi tentang harapan yang kini menyala.(Ant)***

Exit mobile version