Site icon Borneo Review

Kontribusi Tambang terhadap Penerimaan Negara: Benarkah Menguntungkan?

PONTIANAK, borneoreview.co – Industri pertambangan menjadi salah satu penopang ekonomi Indonesia, terutama dari kontribusi terhadap penerimaan negara melalui pajak, royalti, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Namun, di tengah wacana hilirisasi dan pengetatan pengawasan, muncul pertanyaan: benarkah sektor tambang sepenuhnya menguntungkan negara?

Sektor tambang berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Pada 2023, sektor mineral dan batu bara (minerba) menyumbang sekitar 10% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. PNBP dari sektor sumber daya alam non-migas juga mengalami peningkatan signifikan, mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun, terutama dari komoditas batu bara dan nikel.

Royalti tambang menjadi sumber penting pemasukan negara. Pemerintah telah menaikkan tarif royalti nikel secara bertahap untuk mengoptimalkan pendapatan negara, sejalan dengan target hilirisasi mineral yang sedang dikejar untuk menjaga nilai tambah di dalam negeri.

Meskipun nilai kontribusi tinggi, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi agar sektor tambang benar-benar menguntungkan negara:

Fluktuasi Harga Komoditas
Harga komoditas tambang, seperti batu bara dan nikel, sangat fluktuatif mengikuti pasar global. Penurunan harga dapat berdampak langsung pada penerimaan negara.

Kepatuhan Pajak Perusahaan Tambang
Tidak semua perusahaan tambang patuh dalam membayar pajak secara penuh. Kebocoran penerimaan akibat kepatuhan yang rendah menjadi isu serius yang perlu ditangani.

Dampak Lingkungan dan Sosial
Aktivitas pertambangan membawa risiko kerusakan lingkungan, seperti deforestasi, polusi air, hingga hilangnya mata pencaharian masyarakat sekitar tambang, yang dapat menimbulkan biaya pemulihan lingkungan di masa depan.

Korupsi dan Kebocoran Penerimaan
Praktik tata kelola yang lemah serta korupsi di sektor pertambangan dapat mengurangi potensi penerimaan negara dari sektor ini.

Pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor tambang agar lebih optimal, di antaranya:

– Penerapan Sistem Digital Monitoring
Sistem seperti SIMBARA (Sistem Informasi Mineral dan Batubara) diluncurkan untuk memantau pergerakan komoditas tambang dari hulu ke hilir, menekan potensi kebocoran penerimaan negara.

– Hilirisasi Mineral
Mendorong pembangunan smelter dan industri pengolahan di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah mineral sebelum diekspor, sehingga potensi penerimaan negara semakin besar.

– Penegakan Regulasi dan Pengawasan Pajak
Audit pajak secara berkala, peningkatan sistem pengawasan digital, serta perbaikan regulasi pajak dan royalti diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan perusahaan tambang.

– Peningkatan Transparansi Tata Kelola
Pelaporan produksi dan ekspor tambang secara terbuka dapat membantu mencegah praktik korupsi dan memperkuat tata kelola sektor pertambangan.

Agar benar-benar menguntungkan negara, sektor tambang perlu diarahkan untuk tidak hanya fokus pada penerimaan semata, tetapi juga memastikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang. Pemulihan lahan bekas tambang, penerapan teknologi ramah lingkungan, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal menjadi langkah penting dalam menjadikan sektor tambang sebagai pilar pembangunan yang berkelanjutan.

Sektor tambang memang berkontribusi besar terhadap penerimaan negara, tetapi tantangan seperti volatilitas harga, kepatuhan pajak yang rendah, serta risiko lingkungan harus menjadi perhatian serius. Dengan penguatan tata kelola, hilirisasi, dan pengawasan yang lebih ketat, sektor tambang dapat menjadi sumber penerimaan negara yang stabil, menguntungkan, dan berkelanjutan demi pembangunan Indonesia.***

Exit mobile version