Site icon Borneo Review

Korupsi di Sektor Pertambangan: Luka Menganga di Tanah Kaya Sumber Daya

PONTIANAK, borneoreview.co – Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam, termasuk sektor pertambangan seperti batu bara, emas, nikel, dan timah. Namun, di balik kekayaan tersebut, tersimpan persoalan serius yang terus membayangi: korupsi di sektor pertambangan. Fenomena ini menjadi salah satu tantangan terbesar dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya yang adil, transparan, dan berkelanjutan.

Ada beberapa alasan mendasar mengapa korupsi begitu marak di sektor pertambangan:

1. Nilai Ekonomi yang Tinggi

Sektor ini melibatkan transaksi bernilai triliunan rupiah. Ketika keuntungan besar dipertaruhkan, godaan untuk melakukan praktik ilegal pun meningkat—mulai dari suap perizinan, penggelapan hasil tambang, hingga pemalsuan laporan produksi.

2. Lemahnya Tata Kelola

Banyak daerah di Indonesia belum memiliki sistem pengawasan pertambangan yang memadai. Ketimpangan informasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat membuat proses pengelolaan tambang rawan manipulasi.

3. Tumpang Tindih Regulasi

Perbedaan kewenangan antara pusat dan daerah, serta tumpang tindihnya izin usaha pertambangan (IUP), menciptakan celah hukum yang mudah dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

4. Kurangnya Transparansi

Kurangnya keterbukaan data—seperti lokasi tambang aktif, pemilik izin, hingga hasil produksi—membuat masyarakat sulit mengawasi potensi pelanggaran hukum.

Bentuk-Bentuk Korupsi di Sektor Tambang

Korupsi dalam pertambangan bisa terjadi di berbagai level dan bentuk, antara lain:

– Suap dalam pengurusan izin tambang

– Penerbitan IUP palsu atau ilegal

– Manipulasi data produksi untuk menghindari pajak dan royalti

– Kerja sama terselubung antara pejabat publik dan perusahaan

-Eksploitasi tambang di luar wilayah izin

Korupsi di sektor tambang tidak hanya merugikan negara dari sisi pendapatan, tetapi juga menimbulkan dampak serius:

– Kerusakan lingkungan: Penambangan ilegal atau tidak sesuai kaidah mengakibatkan deforestasi, pencemaran air dan tanah, serta konflik sosial dengan masyarakat lokal.

– Ketimpangan sosial: Keuntungan hasil tambang sering tidak kembali ke masyarakat sekitar. Justru mereka yang merasakan dampak langsung dari kerusakan dan ketidakadilan.

-“Menurunnya kepercayaan publik: Ketika korupsi dibiarkan, masyarakat menjadi apatis terhadap institusi hukum dan pemerintah.

Mengatasi korupsi pertambangan memerlukan pendekatan menyeluruh:

1. Transparansi dan Digitalisasi Perizinan

Seluruh izin dan data produksi tambang harus dibuka ke publik melalui sistem digital yang dapat diakses oleh siapa saja.

2. Penegakan Hukum yang Tegas

Kejaksaan, KPK, dan kepolisian harus menindak pelanggaran tanpa pandang bulu, termasuk terhadap oknum pejabat tinggi atau perusahaan besar.

3. Keterlibatan Masyarakat

Warga sekitar tambang harus diberdayakan untuk memantau dan melaporkan dugaan penyimpangan, termasuk melalui jalur hukum dan media.

4. Reformasi Kebijakan Pertambangan

Perlu dilakukan penataan ulang regulasi dan sistem pengawasan agar lebih terintegrasi dan akuntabel, dari pusat hingga daerah.

Korupsi di sektor pertambangan merupakan persoalan sistemik yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu kebijakan. Diperlukan kemauan politik yang kuat, sistem hukum yang bersih, serta partisipasi aktif dari masyarakat dan media. Hanya dengan cara itu, kekayaan alam Indonesia bisa benar-benar dinikmati secara adil dan berkelanjutan, bukan menjadi ladang basah para koruptor.***

Exit mobile version