Site icon Borneo Review

Krisis Air Bersih: Ancaman Nyata di Tengah Perubahan Iklim

PONTIANAK, borneoreview.co – Air bersih adalah kebutuhan dasar yang semakin sulit diakses oleh banyak orang, terutama di tengah perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan populasi besar, menghadapi tantangan serius dalam menjaga ketersediaan air bersih bagi warganya.

Perubahan iklim menyebabkan pola hujan tidak menentu, musim kemarau lebih panjang, dan curah hujan ekstrem yang sering berujung pada banjir atau kekeringan. BMKG mencatat musim kemarau panjang berdampak pada menurunnya debit air sungai dan cadangan air tanah, sementara hujan deras sering tidak terserap optimal akibat rusaknya daerah tangkapan air.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga menjadi krisis global. Mexico City, Cape Town, hingga Chennai telah mengalami kondisi hampir kehabisan air bersih, mengingatkan kita akan ancaman nyata jika krisis ini tidak segera diatasi.

Selain perubahan iklim, polusi air akibat limbah rumah tangga, industri, dan pertanian memperburuk kualitas air permukaan dan air tanah. Sungai-sungai di Indonesia seperti Ciliwung dan Brantas tercemar limbah domestik dan industri, menyulitkan proses pengolahan air menjadi layak konsumsi.

Urbanisasi pesat di kota-kota besar meningkatkan permintaan air bersih, sementara infrastruktur pengolahan dan distribusi air masih terbatas, menyebabkan ketimpangan akses air antara kota dan desa, bahkan antarwilayah dalam satu kota.

Krisis air bersih berdampak pada berbagai aspek kehidupan:

Kesehatan Masyarakat: Kurangnya akses air bersih meningkatkan risiko penyakit seperti diare, kolera, dan hepatitis A. WHO mencatat jutaan kasus penyakit yang berkaitan dengan air tercemar setiap tahunnya.

Ketahanan Pangan: Sektor pertanian sangat bergantung pada air. Kekeringan panjang menyebabkan gagal panen dan mengganggu ketahanan pangan.

Perekonomian: Kekurangan air menghambat operasional industri, pariwisata, dan berbagai sektor lain yang membutuhkan air dalam proses produksinya.

Mengatasi krisis air bersih membutuhkan kolaborasi lintas sektor:

– Pemanenan Air Hujan: Pemanfaatan air hujan sebagai cadangan selama musim kemarau dapat membantu memenuhi kebutuhan air masyarakat.

– Restorasi Daerah Aliran Sungai (DAS): Penanaman pohon dan konservasi hutan untuk memperbaiki daerah tangkapan air dan menjaga cadangan air tanah.

– Perbaikan Infrastruktur Air: Modernisasi sistem distribusi air untuk meminimalkan kebocoran dan memperluas akses air bersih ke wilayah terpencil.

– Pengurangan Polusi Air: Penegakan regulasi pembuangan limbah ke sungai dan penyediaan fasilitas pengolahan limbah.

– Edukasi dan Perubahan Perilaku: Masyarakat perlu memahami pentingnya hemat air dan menjaga kebersihan sumber air.

Krisis air bersih bukan ancaman masa depan, tetapi realitas yang sudah terjadi saat ini. Perubahan iklim memperparah kondisi ini, dan jika tidak segera diatasi, dapat membawa dampak serius bagi kesehatan, ketahanan pangan, dan keberlanjutan ekonomi Indonesia.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, serta penerapan teknologi pengolahan air dan konservasi lingkungan, kita masih memiliki peluang untuk mencegah krisis air bersih menjadi bencana yang lebih besar.

Air adalah sumber kehidupan, dan langkah kecil dari kita hari ini akan menentukan ketersediaannya untuk generasi mendatang.***

Exit mobile version