KALSEL, borneoreview.co – Kalimantan Selatan dikenal memiliki ekosistem lahan basah yang luas, seperti rawa gambut, hutan mangrove, dan danau. Ekosistem ini memiliki manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial yang signifikan, menjadikannya bagian vital bagi keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat. Namun, keberadaannya kini terancam oleh aktivitas manusia dan perubahan iklim.
Manfaat Ekologis Lahan Basah
Secara ekologis, lahan basah berfungsi sebagai penyimpan air alami yang mencegah banjir saat musim hujan dan menjaga ketersediaan air di musim kemarau. Selain itu, ekosistem ini menjadi habitat penting bagi berbagai spesies, seperti bekantan (Nasalis larvatus), dan berperan sebagai penyerap karbon, khususnya pada lahan gambut, yang membantu mitigasi perubahan iklim.
Lahan basah juga memiliki kemampuan alami dalam penjernihan air. Tumbuhan dan mikroorganisme di dalamnya mampu menyerap polutan, menjaga kualitas air yang menjadi sumber utama masyarakat, seperti Sungai Barito.
Manfaat Ekonomi dan Sosial
Ekosistem ini menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat melalui hasil ikan, rotan, dan tanaman obat. Hutan mangrove, misalnya, mendukung industri perikanan dengan menjadi tempat pemijahan ikan. Potensi pariwisata di lahan basah, seperti di kawasan berbatasan Taman Nasional Sebangau, juga memberikan peluang ekonomi tambahan melalui wisata alam dan keanekaragaman hayati.
Tantangan dan Upaya Pelestarian
Sayangnya, lahan basah Kalimantan Selatan menghadapi ancaman serius dari pembukaan lahan untuk kelapa sawit, pertambangan, pengeringan gambut, hingga polusi limbah. Kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim juga mengancam kawasan mangrove.
Upaya pelestarian seperti restorasi lahan gambut, rehabilitasi mangrove, dan edukasi masyarakat menjadi langkah penting. Pemerintah juga harus memperkuat regulasi untuk mencegah aktivitas yang merusak lahan basah, memastikan keberlanjutannya bagi generasi mendatang. (Kom)
