SAMARINDA, borneoreview.co – Ribuan mahasiswa bersama akademisi dari berbagai universitas di Kalimantan Timur menggelar aksi unjuk rasa di depan Gerbang Universitas Mulawarman, Samarinda, pada Kamis sore (22/8/2024).
Aksi ini menolak revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang tengah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Aksi tersebut merupakan bentuk protes keras terhadap revisi UU Pilkada yang dianggap berpotensi merusak tatanan demokrasi dan memperkuat cengkeraman oligarki politik di Indonesia.
Herdiansyah Hamzah, akademisi hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, menyatakan bahwa gerakan mahasiswa ini didorong oleh keresahan mendalam terhadap kondisi demokrasi bangsa saat ini.
“Demokrasi kita sedang dibelenggu oleh kartel politik. Inilah saatnya kaum muda bergerak,” tegas Herdiansyah.
Menurutnya, mahasiswa memiliki peran strategis dalam menjaga keberlanjutan demokrasi di Indonesia.
“Mahasiswa adalah garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Mereka harus terus mengawal proses demokrasi agar tidak dibajak oleh kepentingan segelintir elit politik,” tambahnya.
Aksi ini juga mendapatkan dukungan dari akademisi lain, Purwadi Purwoharsojo, yang menilai revisi UU Pilkada sebagai bentuk perlawanan terhadap oligarki politik yang semakin kuat.
“Kebijakan politik dan ekonomi seperti dua sisi mata uang. Ketika sendi demokrasi dirusak, maka ekonomi juga ikut terpuruk. Demokrasi yang sehat adalah kunci untuk kebijakan publik yang berpihak pada rakyat,” jelas Purwadi, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman.
Purwadi juga menyoroti dampak buruk revisi UU Pilkada terhadap ekonomi daerah, terutama ketika demokrasi tidak berjalan baik dan hanya didominasi oleh kepentingan kapitalis dan oligarki.
“Ini sangat berbahaya untuk kebijakan publik di masa depan, baik dalam skala mikro maupun makro di daerah,” tambahnya.
Koordinator aksi Mahasiswa Kaltim Bergerak, Muhammad Yuga, menyatakan bahwa aksi ini adalah bagian dari upaya untuk menolak RUU Pilkada yang dianggap merugikan demokrasi.
“Hari ini adalah bagian dari penjelasan untuk kegiatan penolakan RUU Pilkada. Kami akan melanjutkan konsolidasi untuk aksi lanjutan,” ungkap Yuga.
Aksi yang diikuti oleh berbagai elemen mahasiswa dari Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, serta himpunan mahasiswa dari berbagai jurusan di Samarinda ini berjalan damai dan tertib, dengan pengawalan ketat dari aparat kepolisian.
Selain menolak revisi UU Pilkada, para mahasiswa juga menyampaikan enam tuntutan lainnya, yaitu stop komersialisasi pendidikan, tolak revisi UU TNI-Polri, wujudkan reforma agraria sejati, tolak revisi UU Penyiaran, sahkan RUU Masyarakat Adat, dan usut tuntas pelanggaran HAM berat.
Para peserta aksi dengan tegas menyatakan bahwa DPR RI harus menghormati dan menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Revisi UU Pilkada ini adalah bentuk pembangkangan konstitusi. Kami akan terus mengawal proses ini hingga DPR RI menghormati putusan MK,” tutup Yuga. (Ant)