PONTIANAK, borneoreview.co – Permainan di masa kecil di kampong halaman, Pontianak, banyak yang membangkitkan kreatifitas dan bermodal murah.
Yakni, dengan memanfaatkan barang sisa pakai yang mudah diperoleh. Salah satu barang sisa yang kerap digunakan jadi permainan adalah karet gelang.
Mulai dari permainan sederhana, membuatnya berpindah di tangan atau membentuk simbol-simbol tertentu.
Yang menggunakan sebagai asesoris atau sebagai senjata dalam permainan perang-perangan atau berburu cicak, umpan mancing keramak dan beragam permainan lain.
Salah satu permainan yang banyak dipermainkan pada beragam tempat di Nusantara adalah, lompat tali karet gelang.
Saat itu, tali elastis masih jarang dan jika pun ada harganya tak lah bersahabat, sehingga karet gelang menjadi pilihan.
Satu persatu karet gelang dikaitkan membentuk rantai, baik secara tunggal, rangkap dua atau rangkap tiga, sehingga menjadi panjang menyerupai tali.
Meskipun anak-anak perempuan yang lebih gemar bermain permainan ini, tapi tak jarang pula ada anak lelaki yang ikut serta.
Permainkan karet gelang dapat melibatkan perorangan dan dapat juga secara beregu atau berteman.
Kalau perorangan minimal pemainnya tiga orang, sebab dibutuhkan dua orang yang akan membentang tali dan satu orang pemain aktif.
Jika berteman, setidaknya dibutuhkan empat orang, dimana satu timnya berjumlah dua orang, satu tim akan bertugas membentang tali dan tim lainnya menjadi peserta aktif.
Di kampong halamanku, setidaknya ada tiga jenis permainan lompat tali karet gelang yang sering dimainkan. Misalnya, rinso, lompat tinggi duduk dan lompat tinggi berdiri.
Pada permainan rinso, pembentang tali akan memutarkan talinya dengan kecepatan tetap, dan pemain aktif akan melompat di antara kitaran tali sesuai tahapan permainan.
Pada permainan lompat tinggi duduk dan lompat tinggi berdiri, pembentang tali hanya menahan tali secara statis di titik tahapan permainan.
Jika pada lompat tinggi duduk para pembentang tali dalam posisi duduk, pada lompat tinggi berdiri mereka dalam posisi berdiri.
Pada permainan rinso, tahapannya diatur bersama sebelum permainan dilakukan.
Pengaturan tahapan akan berdasarkan jumlah berapa kali lompatan yang harus dilakukan, dan kesulitan tambahan yang mengikutinya saat melakukan lompatan.
Misalnya, bertepuk tangan, berkacak pinggang, hanya menggunakan satu kaki, sambil jongkok, sambil berputar ataupun sambil menyanyikan lagu tertentu.
Pada kedua permainan lompat tinggi, tahapannya melompat akan berdasarkan titik ketinggian, serta boleh atau tidaknya menyentuh tali karet gelang.
Tahapan umum titiknya adalah mata kaki, lutut, pinggang, perut, dada, pundak, telinga, kepala, sejengkal dari atas kepala, dua jengkal dari kepala dan terakhir merdeka atau tangan ditegakkan ke atas.
Terkadang ada juga yang menambahkan dengan tahapan keahlian. Seperti, cakar ayam. Dimana peserta aktif membelakangi tali dan mencangkul tali dengan jumlah tertentu.
Atau, yeye. Dimana peserta aktif membelitkan tali di kakinya, dan berusaha melepasnya.
Selanjutnya, membelitkan kembali dengan beberapa kali ulangan. Permainan ini umum dijumpai di kampongku saat itu.
Menggumpulkan karet tak semudah sekarang. Ada saja cerita percekcokan di antara kelompok anak perempuan, diakibatkan kehilangan atau pengambilan karet gelang.
Kayaknya pada masa-masa itulah teman-teman perempuanku belajar dan melatih diri menjadi lihai beleter atau comel.
Namanya juga anak-anak. Paling sehari dua hari kemudian, mereka sudah berdamai kembali.
Penulis: Dr Pahrian Siregar