PONTIANAK, borneoreview.co – Permainan luar ruang di masa kecil yang pernah kumainkan cukup beragam. Salah satunya adalah main tabak.
Main tabak juga permainan sejenisnya, banyak dimainkan anak-anak seumuranku dulu di Nusantara.
Tentunya dengan nama yang berbeda-beda, seperti: Engklek di Jawa, Pacih di Aceh, Setatak di Riau, atau Siki Doka di NTT.
Ada pula yang menyebutnya sebagai Sunda Manda, yang diadopsi dari nama permainan sejenis di Belanda, zondag-maandag.
Permainan yang membutuhkan kemampuan melompat di atas satu kaki dan keseimbangan.
Permaianan tabak dilakukan pada sebuah arena. Yang telah diberi garis pola kotak-kotak dengan pola tertentu.
Secara umum aturannya ada kotak yang hanya boleh dilompati dengan satu kaki. Ada kotak yang menjadi tempat yang boleh dilompati dengan dua kaki atau istirahat.
Saat kecil di kampong halaman, Pontianak, seingatku ada dua model kotak yang sering kami mainkan.
Yakni, model pesawat terbang dan model persegi panjang berukuran 4 kali 2, dengan bagian atasnya dibuat lengkungan atau gunungan.
Permainan ini mewajibkan pesertanya untuk memiliki gacoan atau di kampongku dinamakan tabak. Tabak akan jadi penanda, dimana posisi atau kemajuan seorang pemain.
Berbeda dengan di Jawa atau Sumatera, yang dominan memanfaatkan genteng, bahan yang dijadikan tabak di kampongku sangat beragam.
Seperti, pecahan piring, sepihan kayu atau batok kelapa. Jika tabaknya selalu membawa kemenangan, ada saja kawan yang menyimpannya bak jimat.
Peserta permaian, yang biasanya berjumlah 3 hingga 5 orang, akan berlomba menyelesaikan putaran, kemudian membintangi kotak-kotak yang ada.
Pemilik terbanyak kotak yang dibintangi, adalah pemenang dalam permainan.
Saat melompat atau melempar tabak, seorang pemain tidak diperkenankan menginjak atau jatuh di garis dan di luar garis pembatas.
Saat itu terjadi, gilirannya akan dialihkan ke pemain lain.
Terkadang dahulu, kami bermain di atas tanah. Tapi seiring berkembangnya jalan aspal menggantikan gertak penghubung.
Juga banyak halaman yang disemen setelah ditimbun tanah tambahan, permainan ini juga banyak kami mainkan di aspal dan semen.
Nah, untuk membuat kotak-kotak permainan ini, kapur tulis atau arang sisa bakaran lah yang kami gunakan.
Tak jarang, diantara kami ada yang mengumpulkan kapur-kapur remahan di sekolahnya, untuk dibawa pulang.
Judulnya kapur remahan, ada juga yang berhasil menyelundupkan sekotak utuh. Lumayan bisa dipakai berkali-kali.
Penulis: Dr Pahrian Siregar