Site icon Borneo Review

Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Syariah Sukseskan Program Besar pemerintah

Makan Bergizi Gratis

Anak didik sekolah dasar menyantap hidangan makan bergizi gratis (MBG) yang disiapkan pemerintah sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kota Padang, Sumatera Barat. ANTARA/Muhammad Zulfikar

PONTIANAK, borneoreview.co – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintahan Presiden Prabowo, menjadi tonggak penting dalam agenda pembangunan manusia Indonesia.

Program itu tidak hanya berorientasi pada pengentasan stunting, dan peningkatan gizi anak.

Juga merupakan investasi jangka panjang bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia masa depan.

Namun, keberhasilan program ini tidak semata ditentukan oleh ketersediaan anggaran negara.

Diperlukan inovasi pembiayaan, tata kelola yang transparan, serta pendekatan yang menggabungkan efisiensi ekonomi dan keadilan sosial.

Di sinilah ekonomi syariah dapat memainkan peran strategis. Yakni, menghadirkan keseimbangan antara keberlanjutan fiskal dan keberkahan sosial.

Salah satu kekuatan ekonomi syariah terletak pada potensi pembiayaan sosial yang besar.

Berdasarkan data BAZNAS dan Kementerian Agama (2024), potensi zakat nasional mencapai Rp327 triliun per tahun, namun realisasi yang terkumpul baru sekitar Rp41 triliun.

Potensi wakaf tunai juga terus meningkat, dengan tren penyaluran produktif di sektor pendidikan, pangan, dan kesehatan.

Jika sebagian kecil dari potensi ini diarahkan untuk mendukung program MBG, maka pemerintah dapat mengurangi beban APBN sekaligus memperluas partisipasi publik.

Zakat dan wakaf produktif dapat digunakan untuk mendanai dapur umum, pengadaan bahan pangan halal bergizi, hingga pemberdayaan petani lokal.

Bukan itu saja, alternatif pembiayaan melalui instrumen syariah seperti sukuk sosial (sukuk ijtima’i) dapat menjadi bagian dari instrumen inovatif.

Untuk membiayai infrastruktur logistik pangan nasional seperti gudang pendingin, dapur komunitas, dan fasilitas transportasi makanan.

Dengan demikian, apabila ekonomi syariah dapat bersinergi dan mengambil peran penting dalam membantu pembiayaan MBG yang tidak hanya berupa instrumen fiskal.

Juga membangun nilai spiritual untuk menghidupkan solidaritas sosial umat dalam kerangka keberkahan.

Di Indonesia, potensi sinergi tersebut semakin realistis karena telah terbentuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang dipimpin langsung oleh Presiden.

Pemerintah mulai akhir September 2025 mewajibkan Sarana Produksi dan Penyediaan Gizi (SPPG) memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) terjamin mutu, higienitas dan keamanannya.

Lembaga ini memiliki mandat strategis untuk mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional.

Termasuk mendorong integrasi prinsip syariah dalam kebijakan publik dan pembiayaan pembangunan.

Melalui koordinasi lintas kementerian, lembaga keuangan, dan otoritas zakat serta wakaf, KNEKS dapat menjadi katalis dalam mengonsolidasikan berbagai sumber dana sosial Islam.

Seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf yang dapat digunakan untuk mendukung program nasional seperti MBG.

Melalui sinergi pengelolaan yang transparan dan terukur, kolaborasi antara KNEKS dan pemerintah dapat menghadirkan model pembiayaan.

Yang tidak hanya efisien secara fiskal, tetapi juga menumbuhkan keberkahan sosial dan spiritual bagi masyarakat.

Adil dan Transparan

Prinsip utama ekonomi syariah adalah keadilan (al-‘adl) dan transparansi (amanah).

Dalam konteks MBG, prinsip itu berarti memastikan setiap proses distribusi makanan bebas dari praktik ketidakjelasan (gharar), riba, dan penyimpangan.

Ekonomi syariah menekankan pentingnya maqashid syariah yang berupa tujuan-tujuan luhur syariah seperti menjaga jiwa (hifdz al-nafs), akal (hifdz al-‘aql), dan keturunan (hifdz al-nasl).

Program MBG secara substantif sejalan dengan nilai-nilai tersebut karena berorientasi pada perlindungan generasi dan peningkatan kualitas hidup umat.

Sejumlah siswa SMP Negeri 1 Bobotsari duduk di gazebo sekolah sambil menikmati makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disajikan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Kamis (2/10/2025) siang. ANTARA/Sumarwoto

Melalui tata kelola berbasis syariah, program ini dapat dijalankan dengan sistem audit sosial yang kuat, pelaporan terbuka, serta partisipasi lembaga amil zakat dan filantropi Islam sebagai pengawas publik.

Ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan membawa manfaat nyata.

Ekonomi syariah juga berperan dalam menghubungkan program MBG dengan rantai pasok halal nasional.

Dengan menjadikan bahan pangan halal dan lokal sebagai prioritas, program ini bukan hanya tentang memberi makan gratis, tetapi juga tentang menggerakkan ekonomi umat.

Berdasarkan data Indonesia.go.id (2024), sektor unggulan halal value chain tumbuh 1,94 persen year-on-year, dengan subsektor makanan dan minuman halal tumbuh 5,87 persen.

Bahkan ekspor produk halal Indonesia telah mencapai 41,42 miliar dolar AS atau setara Rp673,9 triliun hingga Oktober 2024 (BPJPH, 2024).

Angka ini menunjukkan betapa besarnya potensi pelaku usaha halal di Indonesia mulai dari petani, nelayan, hingga UMKM kuliner.

Dengan menjadikan mereka mitra penyedia bahan pangan bergizi untuk MBG, pemerintah dapat menciptakan efek ganda (multiplier effect) bagi ekonomi lokal, memperkuat ketahanan pangan, dan memperluas lapangan kerja.

Menjaga Amanah

Islam menentang pemborosan (israf) dan mengajarkan keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan. Prinsip ini dapat diterapkan dalam pengelolaan anggaran MBG.

Para ekonom syariah dapat memberikan panduan agar program dijalankan secara efisien yaitu tanpa mengurangi kualitas gizi.

Pola makan bergizi sederhana dapat dikembangkan sesuai prinsip halalan thayyiban: halal, sehat, dan bermanfaat.

Selanjutnya konsep zero waste juga dapat diterapkan, seperti optimalisasi bahan pangan lokal musiman atau pengolahan limbah organik menjadi kompos.

Dengan cara ini, program MBG tidak hanya menyehatkan generasi, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan.

Dengan kata lain, keberhasilan program MBG sebaiknya diukur bukan hanya dari jumlah porsi makanan yang disalurkan. Juga dari dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan.

Analisis berbasis syariah dapat digunakan untuk menilai sejauh mana program meningkatkan status gizi anak, menurunkan angka stunting, dan memperkuat ekonomi petani lokal.

Misalnya, dengan model social return on investment (SROI) yang menilai manfaat sosial dibanding biaya investasi, tetapi dalam kerangka maqashid syariah.

Hasil evaluasi ini juga dapat menjadi dasar perbaikan kebijakan, memastikan setiap intervensi membawa manfaat luas dan berkeadilan.

Dimensi edukatif dari ekonomi syariah tidak kalah penting. Melalui pesantren, lembaga zakat, dan komunitas keagamaan, literasi gizi dapat digabungkan dengan nilai spiritual Islam.

Makan bergizi bukan hanya kebutuhan fisik, tetapi juga bentuk syukur dan tanggung jawab terhadap amanah Allah atas tubuh dan generasi.

Dengan pendekatan ini, program MBG dapat menjadi gerakan moral untuk membangun kesadaran bahwa keberkahan rezeki tidak datang dari banyaknya makanan.

Melainkan dari kebaikan cara memperolehnya, dan kemanfaatannya bagi sesama.

Sinergi Nilai dan Kebijakan

Jika dikelola dengan visi syariah yang kuat, Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan sekadar program karitatif, melainkan investasi strategis bangsa.

Data Kementerian Kesehatan 2024 menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu persen status gizi anak dapat menaikkan produktivitas ekonomi hingga 0,4 persen PDB.

Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menyediakan menu MBG di Lumajang. ANTARA/HO-Diskominfo Lumajang

Sementara angka stunting nasional masih berada di kisaran 21,5 persen.

Di sinilah nilai tambah ekonomi syariah menemukan relevansinya. Yaitu, menghubungkan kebutuhan gizi dengan kesejahteraan umat melalui mekanisme zakat, wakaf produktif.

Juga ekosistem halal yang kini bernilai lebih dari Rp4.000 triliun secara nasional.

Dengan tata kelola yang transparan dan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, BAZNAS, lembaga filantropi Islam, dan industri halal.

MBG dapat menjadi success story baru tentang bagaimana nilai-nilai Islam mendorong kebijakan publik yang efisien, adil, dan berkelanjutan.

Karena sejatinya, keberhasilan program ini tidak hanya diukur dari berapa banyak perut yang kenyang hari ini.

Tapi dari seberapa besar ia menyiapkan generasi emas yang sehat, produktif, dan berakhlak mulia pada 2045.

Yaitu, ketika Indonesia menapaki puncak peradaban ekonominya dengan fondasi keadilan sosial, dan keberkahan yang nyata.

Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia dengan total penduduk muslim yang lebih dari 237 juta jiwa atau sekitar 86,7 persen dari total penduduk.

Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai arus utama dalam pembiayaan pembangunan nasional.

Berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy 2024, Indonesia menempati peringkat ketiga dunia dalam pengembangan ekosistem ekonomi syariah, setelah Malaysia dan Arab Saudi.

Posisi ini memperlihatkan peluang besar bagi pemerintah untuk memperkuat sinergi antara kebijakan fiskal dan prinsip-prinsip syariah.

Untuk mendanai program strategis nasional seperti MBG, ketahanan pangan, dan pemberdayaan masyarakat miskin.

Dengan memperluas instrumen keuangan syariah seperti sukuk sosial, wakaf produktif, dan zakat berbasis data digital, Indonesia dapat membangun sistem pembiayaan publik yang lebih adil, berkelanjutan, dan sejalan dengan nilai moral bangsa.***

*) Dr M Lucky Akbar adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi, Ditjen Pajak Kemenkeu

Exit mobile version