Makan Bergizi Gratis: Perjuangan SPPG Melayani Siswa di Pulau Belakangpadang Batam

MBG Batam

BATAM, borneoreview.co – Di kawasan dapur berwarna biru Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Belakangpadang, Batam, para pemasak di dapur sibuk melakukan pemorsian makanan di balik pintu.

Dapur itu merupakan pelaksana dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Di luar dapur, sejumlah petugas berbaju biru tampak sibuk menata tumpukan ompreng.

Selanjutnya, ompreng ditata ke dalam sarana transportasi yang siap mengantar makan siang dari program MBG, bagi hampir 2.000 anak sekolah di pulau tersebut.

Program MBG di Pulau Belakangpadang menjadi yang pertama dijalankan, di luar daratan wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Kepala SPPG Belakangpadang Ahmad Jufri menjelaskan bahwa layanan MBG ini sangat dibutuhkan masyarakat di wilayah perbatasan.

Sekolah-sekolah di pulau justru menyambut antusias program ini karena menjadi dukungan penting bagi nutrisi anak.

Sejak mulai beroperasi pada 24 September 2025, dapur SPPG Belakangpadang dari program MBG itu melayani 16 titik sekolah, dengan total 1.938 penerima manfaat.

Aktivitas di dapur berlangsung hampir 24 jam.

Dini hari, juru masak mulai bekerja sejak pukul 4 pagi agar makanan dari program MBG siap diantar pada pukul 7.40.

Pengantaran dilakukan dalam tiga sesi, menyesuaikan jadwal makan siswa di setiap sekolah.

Di SPPG program MBG itu, ada tiga sesi masak dan tiga sesi pengantaran.

Pembagian sesi ini sebagai upaya pelaksana untuk memastikan makanan tetap segar dan dikonsumsi oleh anak-anak, maksimal 3 jam setelah dimasak.

Upaya itu juga untuk menjaga efektivitas dapur agar tidak terlalu ramai.

Setelah itu, sesi kedua dan ketiga, menyusul, hingga siang hari. Setiap pengantaran dilakukan menggunakan dua unit motor roda tiga.

Sebuah kendaraan kecil serbaguna, yang menjadi satu-satunya moda transportasi dapur program MBG, menuju sekolah-sekolah di pulau.

SPPG program MBG itu juga memastikan para relawan yang terlibat hampir semuanya warga asli Belakangpadang.

Mereka yang kini bekerja di dapur, sebelumnya banyak yang tidak memiliki pekerjaan tetap, seperti berjualan di pulau tersebut, atau menjadi ojek.

Karena itu, program MBG dari Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka ini menjadi sumber penghidupan baru bagi mereka.

Salah satu relawan program MBG yang juga mahasiswa, Fahira, mengatakan bahwa pekerjaan ini bisa dijalani, tanpa mengganggu kuliah.

Ia bekerja dari siang hingga malam dan semua proses dilakukan manual, mulai dari mencuci, hingga mengeringkan ompreng.

Meskipun demikian, ia tetap senang karena mendapat upah yang cukup bagi dirinya, dengan jam kerja yang tak terlalu memberatkan.

Sebelum dapur MBG itu mulai beroperasi, Puskesmas Belakangpadang terlebih dahulu melakukan uji kebersihan dan pelatihan penjamah makanan.

Pemeriksaan air, kebersihan dapur, hingga pelatihan bagi relawan dilakukan untuk memastikan standar higienis terpenuhi.

Saat ini, fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk menyukseskan program MBG itu juga telah dibangun untuk bangunan pencucian ompreng.

Lebih lanjut, untuk pengelolaan limbah makanan dari program MBG itu, SPPG bekerja sama dengan peternak lokal yang menggunakan limbah tersebut sebagai pakan ternak.

Terdapat beberapa ember yang sudah ditinggalkan oleh peternak di dekat SPPG program MBG itu dengan nama-nama mereka.

Tujuannya, agar diisi oleh petugas dapur dengan sisa makanan yang tertinggal dalam ompreng.

Hujan deras tiba-tiba melanda pulau itu di pagi, menjelang siang hari, namun tim pengantar makanan program MBG itu tetap bekerja.

Salah satu kendaraan pengantar makanan, bahkan tidak memiliki atap, sehingga pengemudi hanya dibekali mantel untuk berteduh pada saat hujan.

Pelaksana mencatat bahwa salah satu tantangan untuk mewujudkan program MBG itu datang dari kondisi geografis.

Beberapa sekolah berada di wilayah perbukitan, dengan jalan sempit dan menanjak dan kendaraan yang digunakan sering kali harus didorong oleh para kenek agar bisa mencapai lokasi.

Selain itu, tantangan terbesar program MBG ini adalah pendistribusian bahan baku karena sebagian besar kebutuhan harus dikirim dari Batam, melalui jalur laut.

MBG Batam
Tim SPPG yang mendorong kendaraan untuk dapat menanjak bukit di Pulau Belakangpadang, Batam, Kepri, Selasa (14/10/2025). (ANTARA/Amandine Nadja)

Barang untuk produk MBG itu hanya sampai di pelabuhan rakyat Pak Amat dan dijemput langsung oleh petugas dapur.

Setiap sore, pompong membawa beras, ayam, telur, bawang, hingga buah segar untuk memenuhi kebutuhan hari berikutnya.

Saat barang untuk program MBG itu masuk ke dapur, diperiksa oleh ahli gizi untuk kelayakan komoditas dan ditimbang oleh tenaga kerja akuntansi untuk memastikan sesuai dengan pesanan.

Lalu seluruhnya di sortir, dibersihkan, dan disimpan untuk mempersiapkan besok pagi.

Untuk memastikan pasokan bahan dari program MBG itu tetap stabil, SPPG bekerja sama dengan sejumlah mitra pemasok di Batam.

SPPG itu berupaya menjalin kerja sama dengan sedikitnya 10 pemasok agar bahan makanan tidak pernah terputus.

Selain itu, pelaksana MBG di pulau itu juga menggandeng pelaku UMKM lokal, seperti pembuat tempe dan tahu agar dapat ikut berpartisipasi dalam rantai pasok program MBG.

Selain logistik, variasi menu juga menjadi perhatian dari pelaksana MBG.

Penyedia makanan itu menyadari bahwa anak-anak mudah bosan dengan lauk pauk yang terus berulang, sementara bahan baku terbatas.

Untuk mengatasi hal ini, terdapat sedikitnya 10 menu yang disiapkan oleh ahli gizi.

Pengantaran makanan dari MBG itu pada sesi siang memakan waktu satu jam untuk menjamah empat sekolah yang berada di ujung hingga ujung pulau.

Menanjak bukit yang menantang, hingga kawasan yang berada di antara pepohonan.

Tim MBG di pulau itu menurunkan ompreng dari kendaraan ke pihak sekolah dengan penuh kesabaran.

Terdapat juga sekolah yang harus diantar dengan berjalan kaki, melewati kondisi yang masih basah setelah hujan di wilayah perbukitan, tanpa jalan setapak.

Di sekolah-sekolah, anak murid sudah menunggu kedatangan tim pelaksana MBG dengan penuh antusias.

Setelah ompreng dicek untuk melihat kelayakan makanan, mereka turut menunggu perintah guru untuk pembagian makanan.

Setelah pengantaran MBG selesai, kendaraan pengantar terus bergerak untuk menjemput ompreng makanan yang sudah habis, dari pengantaran sebelumnya.

Tim MBG itu terus bergerak, di jalanan kecil pulau tersebut, hingga di dalam dapur SPPG, dan di gudang penyimpanan bahan pokok.

Dari warga sendiri untuk melayani masyarakatnya, SPPG Belakangpadang hidup sebagai penggerak ekonomi di pulau perbatasan Kepri.

MBG hadir sebagai representasi negara untuk memenuhi kebutuhan gizi warga, sekaligus menggerakkan roda ekonomi masyarakat di luar penerima makanan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *