Site icon Borneo Review

Manchester United, Krisis Kepemilikan Berujung Krisis Pemain dan Prestasi

Manchester United

Illustrasi - Manchester United menolak redup dengan membongkar pemain tim secara besar-besaran untuk menghadapi sesi musim depan. (Ist)

LONDON, borneoreview.co – Setelah mengetahui dua pemain pentingnya mengalami cedera saat menang tipis 3-2 dari Burnley.

Pelatih Manchester United Ruben Amorim, secara implisit menunjukkan sikap tak sabar terhadap manajemen klub.

Ruben Amorim menegaskan bahwa dia selalu berbicara dengan manajemen Setan Merah mengenai cara meningkatkan kualitas skuad dan tim.

Ini berkaitan dengan strategi transfer pemain, khususnya selama bursa transfer musim panas yang akan segera berakhir esok Senin.

United terlihat membaik saat dikalahkan Arsenal 0-1, tapi kedodoran lagi saat dipaksa seri 1-1 oleh Fulham.

Puncaknya, mereka dipermalukan tim divisi keempat, Grimsby Town, dalam Piala Liga.

Tiga hari kemudian, pada laga yang seharusnya menjadi isyarat kebangkitan kala menghadapi Burnley di Old Trafford.

Mereka kembali terlihat rapuh di belakang, dan kembali mandul di depan.

United cuma bisa menang berkat sebuah gol bunuh diri tim lawan dan sebuah gol penalti kontroversial walau mendapatkan sebuah gol cantik dari Bryan Mbeumo.

Sebaliknya, Burnley membuat dua gol bersih, hasil rancangan bermain yang jelas. Ini sungguh tak memuaskan walau memenangkan pertandingan itu.

Kemenangan dari Burnley itu juga membuat Amorim gundah gulana lagi, karena dibayar mahal dengan ancaman cedera panjang yang menimpa Matheus Cunha dan Mason Mount.

Bayangan badai cedera kini kembali menghantui United ketika mereka dituntut melakukan gebrakan pada awal musim.

Namun, kegundahan Amorim tidak berkorespondensi dengan perasaan serupa di barisan manajemen dan terlebih pemilik United.

Kenapa? Karena, tidak tanduk manajemen dan pemilik klub selama bursa transfer pemain pada musim panas ini.

Hal itu, tidak terlihat sebagai pengelola tim besar yang dituntut untuk segera bangkit dan memperbaiki diri.

Finis peringkat 15 atau hampir degradasi pada musim lalu, seharusnya menjadi “wake up call” bagi pembesar-pembesar United untuk segera aktif memoles tim.

Dengan cepat membeli pemain-pemain baru yang bisa membawa Setan Merah ke penampilan baru yang lebih menjanjikan.

Namun, apa yang terjadi? Setan Merah lambat sekali mengambil langkah. Memang terlihat aktif, tetapi keaktifan itu lebih heboh dalam negosiasi yang berlarut-larut.

Bahkan, sampai beberapa kali incaran mereka dibajak tim lain, bukan heboh karena kesepakatan-kesepakatan riil nan besar yang dibutuhkan Amorim.

Jika dibandingkan tim-tim besar Liga Inggris lain, khususnya Liverpool, Arsenal, dan Chelsea, gerakan Setan Merah di bursa transfer pemain musim panas ini, sungguh lambat.

Liverpool sudah selesai merekrut tujuh pemain baru pada 15 Agustus, Arsenal mendapatkan enam pemain sepanjang Juli (ditambah Eberechi Eze pada 23 Agustus), dan Chelsea yang merekrut delapan pemain baru sampai 3 Agustus (ditambah Alejandro Garnacho akhir Agustus ini).

Sebaliknya, Manchester United yang pernah disebut oleh mantan pelatih Ralf Rangnick harus “dibedah” besar-besaran.

Cuma, bisa mendapatkan empat pemain baru hingga 9 Agustus, yang itu pun satu di antaranya diplot untuk tim U21.

Jika Tetap Buruk

Mereka memang akhirnya mendapatkan tiga pemain eksplosif di departemen serang yang musim lalu menjadi salah satu titik lemah tim.

Akan tetapi mereka tak cepat-cepat menyelesaikan masalah di lini tengah dan penjaga gawang, yang juga kelemahan mereka musim lalu.

Dua bagian ini pula, terutama kiper, yang membuat langkah mereka pada awal musim, tak lebih mencemaskan dibandingkan musim lalu.

Sudah tahu dua kiper utama mereka jeblok, para pembesar United tetap saja tak bergerak cepat.

Padahal dalam empat pertandingan pertama musim ini (termasuk pertandingan Piala Liga), kiper mereka sudah kebobolan empat kali.

Dalam pertandingan Piala Liga melawan klub divisi empat keadaan malah lebih parah lagi. Andre Onana dua kali dibobol oleh sebuah tim gurem.

Dia juga hanya bisa mementahkan satu dari 12 tendangan penalti dalam adu penalti yang menyingkirkan United dari Piala Liga, langsung di kesempatan pertama.

Amorim juga sudah jauh-jauh hari menginginkan imbuhan di lini tengah. Dia menginginkan seorang jangkar, yang bisa membantu serangan tim dan sekaligus tangguh membantu pertahanan.

Ini pun tak terwujud sampai jendela transfer mendekati tutup esok Senin.

Memang ada desas desus, mereka akan merayu kembali Brighton untuk melepas gelandang bertahan Carlos Baleba, setelah mendapatkan kucuran dana dari hasil transfer Garnacho dan Rasmus Hojlund. Tapi sekali lagi, ini kembali cuma sensasi.

Faktanya manajemen Manchester United lambat mengambil keputusan, termasuk negosiasi yang alot dengan Royal Antwerp untuk mendapatkan kiper Senne Lammens.

Padahal, harga kiper ini tergolong murah untuk klub sekelas United. Juga terhadap kiper Aston Villa Emiliano Martinez.

Kini mereka kembali diancam bencana cedera setelah Mount dan Cunha tertatih-tatih saat melawan Burnley.

Justru ketika skuad lama United sudah dipereteli karena dilego ke klub lain. Seperti, Marcus Rashford, Garnacho, dan Tyrel Malacia atau dibiarkan keluar sendiri seperti Victor Lindelof.

Ini situasi mengkhawatirkan yang sama kerap terjadi di musim lalu. Ini juga perulangan untuk langkah lambat yang dibuat manajemen Setan Merah.

Yang membuat pelatih-pelatih seperti Louis van Gaal dan Jose Mourinho, kesulitan membangun skuad ideal.

Maka jangan heran, bersama pelatih-pelatih dengan resume mentereng seperti mereka pun, klub ini tetap gagal.

Kini, jika tetap buruk, Manchester United tak boleh lagi menyalahkan pelatih, apalagi pemain, karena sistem lebih besarlah yang harus diubah.

Yakni, sistem yang tak memiliki strategi jelas di bursa transfer dan berandil besar pada kultur busuk dalam ekosistem klub.

Amorim dan pelatih-pelatih sebelum dia, adalah korban manuver lamban manajemen dan pemilik klub, yang terlihat hanya tertarik mengeksploitasi brand untuk kepentingan pemasaran demi keuntungan finansial semata.

Inklusi Sir Jim Ratcliffe yang hanya menguasai 25 persen saham tak banyak mengubah keadaan itu, karena masalah utama klub ini tak pernah disentuh, yaitu Keluarga Glazer.

Oleh sebab itu, jika Amorim gagal seperti pelatih-pelatih sebelumnya. Maka, pemilik lama mesti membuka jalan kepada pemilik baru, untuk menangani klub ini.

Gonta-ganti pelatih bukan lagi solusi.***

Exit mobile version