MAKASSAR, borneoreview.co – Rencana pembangunan Markas Batalyon TNI-AD yang masuk wilayah konsesi tambang PT Vale Indonesia mendapat respons dari warga.
Wilayah konsesi tambang tersebut sebelumnya dikelola warga untuk kebun lada, tepatnya di Blok Tanamalia PT Vale Indonesia, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
Pun, di lahan konsensi tambang tersebut masih ada konflik agraria antara PT Vale Indonesia dengan masyarakat.
“Kami tidak diberi tahu, tidak ada juga sosialisasi atau pemberitahuan akan dibangun Markas Batalyon TNI di lokasi,” ujar Muhammad Risal perwakilan warga, Selasa (18/11/2025).
“Warga menolak itu. Kami sudah menyampaikan ke bupati. Katanya milik Pemda, bukan tanah masyarakat,” tambahnya.
Masyarakat merasa khawatir apakah nanti setelah pembangunan Markas Batalyon itu mereka akan tergusur, atau ada pemberian ganti rugi, maupun dispensasi lahan perkebunannya, tetapi belum diketahui ujungnya.
Warga lainnya, Radit menyebutkan pihak terkait sudah memasang spanduk rencana area pembangunan markas batalyon tersebut, namun dilepaskan warga karena tidak ada pemberitahuan di awal.
Rencananya, area batalyon ini meliputi wilayah Desa Mahalona, dan Rante Angin, Kecamatan Towuti.
“Kami menolak pemasangan baliho itu karena di tengah kebun merica yang sudah siap panen. Belum ada keterangan resmi dari perangkat dusun dan desa,” katanya.
Sementara itu, Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel, Arfandi Anas, dalam konferensi pers tersebut menyampaikan, ada dugaan intimidasi.
Artinya ada dugaan tekanan pada warga setempat yang memberikan lahan konsesi dengan memperbolehkan TNI membangun markas batalyonnya.
Ia pun mengingatkan pihak PT Vale Indonesia agar tidak menyeret TNI sebagai alat pertahanan negara yang diduga akan memperhadapkan langsung dengan masyarakat atas konfilk agraria selama ini berlangsung.
“Kami menyayangkan bila rencana itu berjalan. Alasannya, konflik antara warga dengan pihak perusahaan tambang ini masih berlangsung. Kami berharap, jangan menjadikan alat negara sebagai bentuk intimidasi dalam konflik tersebut,” tuturnya.
Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin menambahkan, rencana pembangunan Markas Batalyon TNI AD di lokasi dimaksud dinilai belum pas, karena tidak ada ancaman stabilitas keamanan negara maupun potensi terorisme.
Pihaknya sebagai organisasi pendampingan warga mengharapkan agar rencana tersebut dihentikan atau ditinjau ulang.
Selain itu, lokasi perkebunan lada warga perlu pengakuan dari negara, sebab mereka turut membayar pajak serta menggerakkan ekonomi pedesaan.
“Kami mendorong agar penyelesaian konflik yang ada diselesaikan, bukan menambah persoalan baru,” paparnya menyarankan.
Selain itu, upaya dilakukan berkaitan dengan rencana pembangunan markas TNI di lokasi tersebut, kata Amin, akan menyurati Panglima TNI termasuk Pangdam XIV Hasanuddin berkaitan permasalahan yang ada.
Sebab, status lahan hutan lindung izin dimiliki Kementerian Kehutanan, dan bukan milik Pemda.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XIV/Hasanuddin Kolonel Kav, Budi Wirman, belum memberikan jaeaban lasti.
Dia hanya mengatakan, berkaitan rencana pembangunan Batalyon TNI di lokasi tersebut, pihaknya masih mencari informasi berkaitan hal itu.
“Bentar, saya konfirmasi ke bagian terkait dulu,” katanya singkat.(Ant)
