Masjid Apung dari Botol Bekas, Seni Mencintai Lingkungan dan Tuhan

Masjid Apung

JAKARTA, borneoreview.co – Enam orang pria nampak sibuk membangun sebuah struktur masjid apung dari botol bekas di tepi aliran Kali Cengkareng Drain, Cengkareng, Jakarta Barat, sore itu.

Pemandangan yang jarang terlihat. Lantaran biasanya orang-orang itu hanya bekerja membersihkan aliran kali dari sampah atau botol bekas.

Selebihnya, di hari-hari biasa, hanya akan terlihat para pemancing yang tak bosan mengamati aliran sungai.

Enam orang itu merangkai botol-botol bekas buangan warga ibu kota.

Satu orang sibuk di sisi kanan struktur bangunan seperti sebuah perahu, satu di sisi kiri, satu di depan, satu di belakang, dan dua fokus ke bagian atap.

Dari pakaian mereka, jelas terlihat pekerjaan membersihkan kali sudah mereka rampungkan terlebih dahulu.

Tak lelah usai merampungkan pekerjaan utamanya, mereka bahu-membahu merangkai sebuah struktur mengapung yang cukup untuk menampung hingga 20 orang.

Botol-botol bekas itu diikatkan satu dengan yang lain, ditempel di sana-sini, dirangkai menjadi sebuah struktur lalu dibubuhi warna-warni, hijau dan kuning, warna keteduhan.

Perahu itu sebagian besar terbuat dari botol-botol bekas yang dikumpulkan dari aliran sungai hingga dari pemilahan sampah di wilayah Cengkareng.

Dari kejauhan, struktur itu terlihat tak lebih dari perahu warna-warni. Namun dari dekat, perahu itu bukan perahu biasa, melainkan perahu masjid. Perahu yang diberi bentuk masjid dengan tiga kubah.

Meskipun belum selesai dibuat, bentuk masjid dari perahu itu tak bisa tertutupi lagi, sudah kelihatan jelas.

Lebih dekat lagi, ke dalam hati orang-orang yang membuatnya, masjid apung itu adalah rupa dari puisi cinta lingkungan dan cinta Tuhan yang tak mereka ucapkan dalam kata-kata, namun dalam aksi nyata.

Sebuah upaya artistik untuk mengingatkan diri mereka dan umat akan pentingnya ibadah dan menjaga lingkungan.

Proposisi itu bisa dimaknai dalam konteks hubungan antara aliran kali dan Jakarta yang kerap berwujud banjir. Aliran kali, Jakarta dan banjir memang hampir tak terpisahkan, entah sampai kapan.

Kali ini, enam orang dari daratan Jakarta itu mendatangi kali dan memberinya hadiah indah, yakni perahu masjid yang terbuat dari sampah-sampah botol yang dikumpulkan dari alirannya.

Secara bersamaan, mereka membersihkan kali, mendaur ulang sampahnya dan memuliakan Yang Maha Kuasa. Perahu itu semacam bukti warna-warni tentang betapa ibadah bisa teringat dari barang-barang buangan sekali pun, botol bekas.

Lebih jauh, perahu itu juga simbol bahwa mencintai Yang Maha Kuasa adalah mencintai lingkungan, begitu juga sebaliknya. Romantisasi inilah yang mesti dipahami dan direnungkan oleh setiap warga ibu kota, tanpa terkecuali.

Enam orang itu adalah Petugas Unit Penganan Sampah (UPS) Badan Air Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Sehari-hari mereka bekerja membersihkan sungai. Kali ini, mereka diberi ruang untuk membuat karya perahu unik.

Perahu dengan ide kreatif itu rencananya akan diikutkan dalam Festival Cinta Lingkungan 2025 yang bakal digelar pada 28 September mendatang di aliran Kanal Banjir Barat, Tambora, Jakarta Barat.

Festival itu akan diikuti oleh 42 kecamatan se-Jakarta, tentu dengan ide unik karya perahunya masing-masing.

Pengawas UPS Badan Air Kecamatan Cengkareng, Donal Aldiansyah (43) mengaku, ide perahu masjid didapatkan timnya melalui tukar pikiran yang cukup panjang.

Kebetulan, tak jauh dari lokasi perahu itu dibuat, di dekat pintu air Kali Cengkareng Drain, ada sebuah masjid. Masjid itulah yang kemudian menginspirasi mereka membuat perahu masjid atau masjid apung.

Masjid apung ala UPS Badan Air Kecamatan Cengkareng itu berukuran 6×4 meter. Masjid apung itu berdiri di atas 3.558 botol bekas, yang terdiri dari botol mineral 1 liter hingga galon air.

Botol-botol itu diperoleh dari program sampah pilah, hasil pengerukan saluran air, hingga sumbangan warga.

Tak berlebihan jika dikatakan bahwa dengan digunakannya botol-botol hasil pengerukan kali, masjid apung itu bisa menjadi pengingat masih banyak oknum, pendosa ekologis, yang kerap membuang sampah ke badan kali.

Selain itu, dengan digunakannya botol-botol sumbangan warga, masjid apung itu juga menjadi penanda niat baik sistem sosial dalam mendukung pengurangan sampah di ibu kota melalui pemilahan atau penggunaan kembali.

Menurut Donal, usai Festival Cinta Lingkungan rampung digelar, masjid apung itu akan dipasangi mesin agar bisa berlayar di aliran Kanal Banjir Barat layaknya kapal motor.

Selain itu, Donal dan kawan-kawan juga berniat untuk menggunakan masjid apung dari ribuan botol bekas itu sebagai tempat ibadah saat bekerja di area bantaran kali.

Pembangunan perahu masjid itu memakan waktu hampir empat bulan, yang dimulai sejak bulan Maret 2025 dengan target rampung awal September 2025, tepat H-14 sebelum Festival Cinta Lingkungan (Cilung) dimulai.

Kendati demikian, ia memastikan pengerjaan masjid apung dilakukan setelah para petugas menyelesaikan tugas utamanya yakni membersihkan aliran kali dari sampah.

Donal dan kawan-kawan paham betul, bagian mereka adalah membersihkan aliran kali dari sampah.

Masjid apung yang mereka bangun hanyalah warna-warni, hasil tukar pikiran selama mereka bekerja seharian penuh.

Barang kali upaya itu bisa mengetuk hati orang-orang untuk kembali mencintai lingkungan sebagaimana mencintai Yang Maha Kuasa.

Dengan ikhtiar ini diharapkan akan memutus romansa aliran kali dengan warga Jakarta, yakni mencegah yang tak pernah diinginkan, di antaranya banjir yang dapat memicu penyakit dan penderitaan.(Ant)***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *