Site icon Borneo Review

Memangkas Gelombang Aksi Penyelundupan di Laut Jambi

Kapal Cantrang

Kapal cantrang banyak digunakan nelayan tangkap dari Jawa Tengah di perairan Kalbar. Kondisi itu membuat konflik terjadi dengan nelayan lokal. (Foto Istimewa)

JAKARTA, borneoreview.co – Malam di perairan Tanjung Jabung Barat, sering kali terasa sunyi dan sepi. Tak ada aktivitas.

Hanya riak air yang menyentuh lambung kapal, dan angin laut yang membawa aroma asin bercampur bau kayu basah.

Namun, di balik ketenangan itu, laut kerap menjadi panggung senyap bagi upaya-upaya yang menguji kedaulatan sebuah bangsa.

Laut tidak pernah benar-benar kosong, melainkan selalu menyimpan cerita, termasuk cerita tentang puluhan ribu koli barang ilegal yang mencoba masuk diam-diam.

Akhirnya, terhenti di tangan aparat gabungan yang bekerja tanpa henti menjaga garis depan negeri ini.

Dari sinilah sebuah kisah berawal. Bukan hanya tentang barang yang berhasil disita, tetapi tentang semangat kolektif untuk memastikan.

Bahwa, setiap inci wilayah laut Indonesia aman dari ancaman yang bisa menggerus ekonomi, industri, dan kesejahteraan masyarakat.

Pada pertengahan Agustus 2025, operasi gabungan yang melibatkan Bea Cukai, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Gabungan itu berhasil mematahkan penyelundupan besar di Pelabuhan Rakyat Taman Raja, Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Keberhasilan ini bukanlah peristiwa kebetulan, melainkan hasil dari koordinasi matang, pengolahan informasi intelijen, dan kerja lapangan yang penuh perhitungan.

Satuan Tugas Pemberantasan Penyelundupan yang menjadi payung koordinasi terbukti mampu memperkuat pengawasan di perbatasan laut.

Caranya, menghadang ancaman di titik-titik rawan yang selama ini kerap dimanfaatkan jaringan penyelundup.

Akar dari operasi ini adalah sebuah informasi intelijen yang diterima Bea Cukai pada awal Agustus 2025.

Informasi itu menyebut adanya pergerakan barang impor ilegal melalui jalur laut di wilayah Jambi.

Mengandalkan kecepatan koordinasi, Bea Cukai bersama BIN, BAIS, TNI, dan Polri melakukan pendalaman data.

Pada Minggu, 10 Agustus, mereka menemukan dua kapal kayu dari Port Klang, Malaysia, bersandar di pelabuhan rakyat.

Kapal pertama, KLM Airlangga, mencatat muatan resmi seperti peralatan pancing, penyemprot insektisida, dan barang sejenis.

Kapal kedua, KLM Arya Dwipa Arama, melaporkan membawa PVC wallpaper, lemari arsip, dan barang lainnya.

Namun, pengalaman di lapangan mengajarkan bahwa dokumen resmi tidak selalu bercerita jujur, sehingga pengawasan bongkar muatan dilakukan dengan ketat.

Hasilnya mengejutkan, meski sejatinya ini adalah pola lama yang terus berulang.

Di balik tumpukan muatan resmi, petugas menemukan barang-barang yang tak sesuai manifest, mulai dari tekstil dan produk tekstil hingga ballpress berisi pakaian bekas.

Jumlahnya mencapai 10.000 koli dengan nilai perkiraan lebih dari Rp30 miliar.

Penemuan ini bukan sekadar angka di atas kertas; setiap koli adalah simbol potensi kerugian negara, ancaman bagi industri tekstil dalam negeri, dan risiko bagi kesehatan masyarakat yang tidak bisa diabaikan.

Penindakan pun dilakukan segera. Delapan anak buah kapal dari kedua kapal diamankan, termasuk nakhoda, masinis, dan kepala kamar mesin, beserta satu orang koordinator lapangan pelabuhan rakyat.

Barang bukti berupa kemudi kapal, GPS, dokumen kapal, hingga kapal itu sendiri disegel.

Proses pengangkutan barang hasil sitaan dilakukan dengan disiplin ketat, 89 truk wingbox mengangkut muatan tersebut ke Pelindo Jambi, dikawal personel TNI dan Polri untuk memastikan keamanan hingga titik akhir.

Di tahap ini, kerja belum selesai. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Letjen TNI (Purn) Djaka Budhi Utama menegaskan bahwa proses hukum akan berlanjut melalui koordinasi dengan pimpinan TNI, Polri, dan Kejaksaan.

Barang sitaan kini berada di Pelabuhan Pelindo Talang Duku, Jambi, menunggu proses lanjutan sesuai hukum yang berlaku.

Djaka juga mengingatkan bahwa penyelundupan bukan hanya soal kerugian penerimaan negara, tetapi juga ancaman yang mampu memukul industri dalam negeri hingga mempengaruhi stabilitas ekonomi.

Kedaulatan Ekonomi

Kisah ini tidak hanya mengungkap jalannya operasi, tetapi juga memperlihatkan sebuah pelajaran penting untuk menjaga kedaulatan ekonomi negara memerlukan sinergi nyata lintas sektor.

Tidak ada satu institusi pun yang bisa berdiri sendiri dalam menghadapi jaringan penyelundupan yang terorganisir. Justru kolaborasi, saling berbagi informasi, dan kesigapan bertindak menjadi kunci utama.

Keberhasilan di Tanjung Jabung Barat membuktikan bahwa ketika semua unsur bergerak bersama, ruang gerak pelaku penyelundupan dapat dipersempit secara signifikan.

Namun, keberhasilan ini seharusnya juga dibaca sebagai peringatan. Fakta bahwa penyelundupan dalam jumlah sebesar ini masih terjadi menunjukkan bahwa jalur laut kita tetap menjadi target empuk bagi mereka yang mencari keuntungan cepat.

Wilayah maritim Indonesia yang luas adalah kekuatan sekaligus tantangan. Menjaganya memerlukan pengawasan berlapis, pemanfaatan teknologi deteksi modern.

Yang tidak kalah penting, keterlibatan masyarakat pesisir sebagai mata dan telinga negara.

Masyarakat yang teredukasi tentang bahaya penyelundupan akan lebih waspada terhadap aktivitas mencurigakan di pelabuhan-pelabuhan rakyat.

Mereka juga akan memahami bahwa barang-barang ilegal yang masuk tanpa prosedur resmi dapat menekan harga produk lokal, mematikan usaha kecil, hingga merugikan lingkungan jika barang tersebut tidak memenuhi standar keamanan.

Kesadaran ini adalah modal sosial yang tak ternilai, pelengkap bagi operasi-operasi intelijen dan patroli bersenjata.

Laut Indonesia bukan sekadar jalur perdagangan, tetapi juga halaman depan rumah kita. Menjaganya berarti menjaga ekonomi, industri, dan masa depan anak-anak negeri ini.

Operasi di Jambi, adalah salah satu bab dari upaya panjang yang tak pernah selesai.

Itu sebuah pengingat bahwa dalam arus perdagangan global yang semakin cepat, ketahanan sebuah negara tidak hanya diukur dari kekuatan militernya.

Juga dari kemampuannya menutup celah bagi praktik-praktik yang melemahkan dari dalam.

Jika kolaborasi seperti yang dilakukan di Tanjung Jabung Barat dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan.

Maka, pesan yang disampaikan kepada para penyelundup akan semakin jelas bahwa perairan Indonesia bukanlah lahan bebas bagi perdagangan ilegal.

Di setiap gelombang dan di setiap pelabuhan, ada mata yang mengawasi, ada tangan yang siap bertindak, dan ada tekad yang bulat untuk memastikan.

Bahwa, garis kedaulatan negara tetap utuh, demi tegaknya muruah bangsa dan terjaganya masa depan ekonomi nasional.

Exit mobile version