Site icon Borneo Review

Mengenal Pajak Bumi dan Bangunan, Akar Amarah Masyarakat Pati

Pajak Bumi dan Bangunan

ilustrasi Pajak Bumi dan Bangunan (ig@iapi_official)

PONTIANAK, borneoreview.co – Masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mendesak agar Bupati Sudewo mundur dari jabatannya. Alasannya terkait dengan Pajak Bumi dan Bangunan.

Amarah warga memuncak Rabu, 13 Agustus 2025 kemarin, setelah sebelumnya sang bupati menaikkan nilai Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 250 persen.

Seperti apa sebenarnya Pajak Bumi dan Bangunan itu dan kenapa warga wajib membayar? Apa dasarnya dan apa saja sasarannya?

Melansir berbagai sumber, Kamis (14/8/2025), Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari padanya.

Artinya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Yakni, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek yaitu bumi dan/atau bangunan.

Contoh objek bumi seperti sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang, dan lainnya.

Sementara contoh objek bangunan seperti rumah tinggal, bangunan usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, pagar mewah, kolam renang, jalan tol, dan sebagainya.

Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut menentukan besarnya barang.

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hak atas bumi., memperoleh manfaat atas bumi, memiliki bangunan, menguasai bangunan, dan memperoleh manfaat atas bangunan.

Namun, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. Syaratnya, objek pajak tersebut harus memiliki kriteria tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Kriteria yang dimaksud ketika objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

Atau, digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan hal tersebut.

Objek pajak yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai suatu desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak juga tidak kena.

Lalu, objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

Dan, objek pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan.

Yabg jelas, pungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan melalui PMK No. 48/PMK.03/2021.

Kemudian, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, maka kewenangan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota.

Sedangkan, untuk PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (PBB P3) masih di bawah wewenang pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dan, tarif Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku sejak dahulu hingga saat ini masih sama, yakni sebesar 0,5%.

Pun dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

NJOP merupakan harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli tanah. Dalam hal ini, objek pajaknya adalah bumi dan bangunan.

Setiap tahun, biasanya Menteri Keuangan dengan mendengarkan pertimbangan bupati/walikota menetapkan NJOP.***

Exit mobile version