Mengenal Tradisi Muharram di Kalimantan, dari Kue Lapis hingga Bubur

PONTIANAK, borneoreview.co – Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah, memiliki arti tersendiri bagi umat Islam, termasuk di Kalimantan.

Melansir berbagai sumber, Selasa (1/7/2025), Muharram menjadi momen kolektif untuk merefleksikan diri dan mempererat tali persaudaraan.

Mengartikan penghormatan terhadap nilai-nilai Islam, semangat hijrah, serta harapan akan hidup yang lebih baik dan berkah di tahun yang baru.

Salah satu amalan istimewa di bulan Muharram adalah menyantuni anak yatim, terutama pada 10 Muharram.

Banyak masjid, yayasan, dan komunitas mengadakan acara berbagi sebagai bentuk kasih sayang dan kepedulian sosial, sejalan dengan ajaran Islam.

Berikut beberapa contoh tradisi pada Muharram yang ada di Kalimantan:

1. Kue Lapis
Setiap 1 Muharram bagi sebagian masyarakat di Sambas, Kalimantan Barat, adalah momentum kunjung-mengunjungi sesama warga dan kue lapis hadir sebagai menu wajib santapan.

Memang tak semeriah Idul Fitri dan Idul Adha, namun biasanya warga juga tidak ada yang bekerja. Semua melakukan silahturahmi dengan cara kunjung-mengunjungi.

Pagi hari yang melakukan kunjungan adalah kaum lelaki. Sementara kaum perempuanya kunjungan pada sore hari.

Sementara untuk menu, warga membuat kue andalan Sambas yakni kue lapis, ketupan, dan menu lainnya.

2. Keliling Sungai Kayan

Bagi masyarakat Kalimantan Utara, membaca Surah Yasin dan berdoa sembari mengelilingi Sungai Kayan adalah tradisi 1 Muharram yang berlangsung secara turun temurun sejak zaman kerajaan.

Pelaksanaan tradisi ini bertujuan agar seluruh kabupaten di Kalimantan Utara dijauhkan dari malapetaka atau dikenal sebagai tradisi tolak bala.

Pelaksanaan tradisi ini dilakukan setidaknya oleh 27 orang yang dibagi ke dalam dua perahu. Mereka akan melintasi Sungai Kayan dari hulu ke hilir.

Dimulai dengan mengumandangkan azan yang akan terdengar pada setiap titik hulu, lalu dilanjutkan membaca Surah Yasin.

Di akhir perjalanan, azan akan kembali berkumandang yang dilanjutkan dengan membaca doa tolak bala dan penutup.

3. Bubur Asyura

Tradisi bubur asyura telah menjadi bagian dari budaya Banjar sejak abad ke-17. Pelaksanaannya bertepatan dengan masa awal penyebaran Islam di wilayah Kalimantan Selatan.

Bubur asyura merupakan hidangan simbolis yang disajikan setiap tanggal 10 Muharam dalam kalender Hijriah.

Warga setempat biasa mengolah bubur dalam kuantitas besar melalui kegiatan gotong royong. Sungai sebagai elemen vital kehidupan masyarakat Banjar juga turut memengaruhi tradisi ini.

Pembagian bubur asyura menggunakan perahu merupakan adaptasi dari tradisi sungai masyarakat setempat yang sudah ada sebelum Islam.

Sebagian kelompok masih memanfaatkan perahu untuk transportasi bahan mentah maupun pendistribusian bubur matang ke pemukiman di sepanjang bantaran sungai.

Bahan dasar pembuatan bubur asyura terdiri atas beras, santan, dan gula merah, dengan beberapa varian tambahan seperti pisang atau ubi jalar. Karakteristik unik terlihat pada metode pembuatan secara kolektif.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *