PONTIANAK, borneoreview.co – Di banyak daerah terkadang kita akan menemui banyak istilah ataupun idiom lokal.
Ada banyak istilah yang sulit mencarikan padan katanya atau sinonimnya dalam bahasa Indonesia.
Di antara sesama pengguna bahasa, makna yang disampaikan tentunya seragam, sebagai akibat interaksi pemanfaatan istilah tersebut.
Nah, terkadang buat para pendatang atau pemukimbaru, istilah lokal menyebabkan kebingungan dan membutuhkan penjelasan atau interaksi untuk memahaminya secara utuh.
Ada dua istilah seputaran kebohongan, yang jamak digunakan di kampong halaman, yang dapat kujadikan contoh.
Pengambilan contoh kedua kalimat ini, tidak ada hubungannya dengan kondisi perpolitikan nasional yang sedang berlangsung.
Sumpah, dua istilah ini muncul sekonyong-konyongnya saja dibenakku. Kedua istilah itu adalah “merampot” dan “minyak angin”.
Merampot digunakan jika seseorang merasa informasi yang disampaikan kepadanya tidaklah benar.
Penyampaian istilah ini dapat menggambarkan penolakan atau bantahan atas informasi itu, dapat pula digunakan menggambarkan validitas informasi yang diterimanya itu rendah.
Perasaan saat mengucapkan atau menerima tuduhan istilah ini dapat berbeda saat bercakap serius dan saat di dalam kondisi sakat-sakatan (cela-celaan).
Rasanya, saat di majelis sakat-sakatan dituduh atau meluncurkan kata merampot, tak ada beban sama sekali.
Sebaliknya, akan dirasakan sebagai hal penting untuk diperhatikan, jika diucapkan saat bercakap serius.
Hingga saat ini, istilah meramput masih mewarnai percakapan sehari-hari di kampong halaman, Pontianak.
Minyak angin dalam pengambaran kebohongan, biasanya digunakan saat seseorang tidak menepati janji.
Bisa juga digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sering menyampaikan informasi dengan akurasi rendah.
Entah, apa yang melatarbelakangi penggunaan idiom ini.
Mungkin, karakter minyak angin yang panas di awal saat dioleskan ke bagian tubuh. Kemudian, cepat hilang rasa panasnya, yang kuduga menjadi alasannya.
Istilah minyak angin ini populer digunakan pada era 1980 dan 1990-an. Sudah sangat jarang kudengar, generasi yang lebih muda menggunakan dalam percakapan kesehariannya.
Bisa jadi karena saat ini penggunaan minyak angin sudah tak jamak lagi, tergusur oleh role on, yang lebih keren, handy dan anti tumpah.
Penulis: Dr Pahrian Siregar (Alm)