PONTIANAK, borneoreview.co – Di tengah derasnya arus informasi, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Kalimantan Barat seolah menjadi nakhoda di samudra digital yang kerap diterpa badai disinformasi.
Media siber bukan lagi sekadar penyampai berita, melainkan penjaga gerbang kebenaran.
Di ruang digital yang penuh riak dan gejolak, publik dibanjiri kabar yang saling bertubrukan ada fakta, opini, hingga kebohongan yang berpura-pura tampak logis.
Ketua AMSI Kalbar, Muhlis Suhaeri, menegaskan bahwa tanggung jawab media hari ini lebih dari sekadar menulis dan memublikasikan berita. Ada beban moral yang harus dijaga: kebenaran, akurasi, dan integritas.
“Ketika berita dipublikasikan, ia tak lagi sekadar informasi, melainkan denyut nadi opini publik,” ujarnya dalam sambutan pelantikan Pengurus dan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) III AMSI Kalbar di Qubu Resort, Rabu (3/9/2025).
Bagi AMSI, setiap kalimat yang ditulis bukan sekadar susunan kata, melainkan pijakan sejarah.
Ditegaskan Muhlis, salah memilih kata, salah membingkai konteks, maka opini publik bisa melenceng.
“Inilah yang membuat AMSI menaruh perhatian besar pada bahasa medium komunikasi paling purba sekaligus paling berbahaya jika disalahgunakan,” ujarnya.
Sementara, Wakil Ketua Umum AMSI Pusat, Upi Asmaradhana, menyebut AMSI sebagai “clearing house of information” rumah penyaring informasi kredibel.
“AMSI hadir untuk memverifikasi, menyeleksi, dan memvalidasi informasi, agar publik tidak terjebak pada jebakan hoaks,” jelasnya.
Pentingnya literasi digital menjadi salah satu fokus utama AMSI. Dengan masyarakat yang melek informasi, ruang digital bisa dikelola menjadi ekosistem sehat.
Sebab, di dunia maya, kebebasan berekspresi tanpa kendali justru bisa memicu perpecahan sosial.
Inilah mengapa AMSI juga menggandeng banyak pihak, mulai dari pemerintah, TNI, kepolisian, kampus, hingga komunitas literasi.
Tujuannya jelas menciptakan pola pertahanan digital yang kokoh, agar masyarakat tidak lagi menjadi korban arus informasi yang menyesatkan.
“Kalau media sibuk mengejar klik tanpa memikirkan dampak sosial, maka kita semua sedang membangun bom waktu digital,” pungkas Muhlis lirih. ***
