Ombudsman RI Dalami Keluhan Petani Kratom Putussibau Terhadap Permendag Baru yang Dinilai Menghambat Ekspor

Ilustrasi - Arsip foto - Seorang petani memetik kratom atau daun purik di kebunnya di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Minggu (13/9/2020). ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/aww/pri.

PONTIANAK INFORMASI, Lokal – Ombudsman Republik Indonesia tengah mendalami permasalahan yang disampaikan oleh para petani kratom di Putussibau, Kalimantan Barat, terkait dampak dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 terhadap proses ekspor kratom. Kedua aturan tersebut dinilai para petani dan pengolah kratom sebagai hambatan signifikan, terutama bagi mereka yang menghasilkan produk dalam bentuk remah-remah dan tepung.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyatakan komitmen lembaganya dalam menangani permasalahan ini secara tegas dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Kami selalu tegak lurus dalam menangani perkara seperti ini. Jika ada regulasi yang bermasalah, kami akan berusaha mencari solusi bersama dengan tetap berpatokan pada peraturan yang ada,” ujar Yeka saat dikonfirmasi di Jakarta pada Rabu (23/10).

Keluhan petani dan pengolah kratom tersebut disampaikan dalam audiensi bersama Ombudsman RI di Jakarta pada Senin (7/10). Dalam audiensi tersebut, para petani mengungkapkan bahwa kedua Permendag baru tersebut membuat mereka kesulitan menyesuaikan diri dengan syarat-syarat ekspor yang ada. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah ketentuan standar massa produk yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi produk kratom mereka, yang sebagian besar berada di bawah standar massa yang ditetapkan oleh Permendag.

Selain kendala teknis terkait standar ekspor, para petani juga menyampaikan kegelisahan mereka atas status legalitas kratom di Indonesia yang hingga kini belum jelas, apakah produk tersebut dikategorikan sebagai produk legal atau ilegal. Padahal, kratom telah lama menjadi komoditas ekspor penting bagi para petani di daerah tersebut.

Menanggapi keluhan para petani, Yeka meminta mereka mengumpulkan data terkait jumlah petani yang terdampak serta potensi kerugian yang dialami akibat kebijakan tersebut. “Kami ingin data yang kuat agar dapat menjadi dasar dalam memperjuangkan aspirasi para petani,” jelasnya.

Dengan dialog ini, Yeka berharap agar pemerintah dapat mempertimbangkan kemungkinan revisi terhadap aturan Permendag tersebut, yang lebih berpihak pada para petani dan pengolah kratom di Indonesia. Audiensi ini, menurutnya, merupakan langkah awal untuk membuka ruang diskusi lebih lanjut antara para pemangku kepentingan guna menciptakan kebijakan yang adil dan sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

Para petani dan pengolah kratom berharap bahwa dukungan dari Ombudsman RI akan memberi dampak positif terhadap keberlanjutan usaha mereka. Dengan kebijakan yang lebih berpihak, mereka berharap dapat mempertahankan akses pasar ekspor yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama mereka. (Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *