Peluang Uji Materi ke Mahkamah Agung, Dokumen Capres Dikecualikan KPU

Kampanye Pilkada

JAKARTA, borneoreview.co – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, menetapkan 16 dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan memicu perdebatan.

Bagi publik yang merasa hak atas informasi terlanggar, terbuka peluang untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).

MA akan menilai apakah Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tertanggal 21 Agustus melanggar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Khususnya, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dan UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk).

Kedua undang-undang itu dijadikan dasar hukum terkait dengan informasi publik yang dikecualikan. Misalnya, lembaga penyelenggara pemilihan umum ini mengacu pada Pasal 6 ayat (3) huruf c UU KIP

Yang menyebutkan bahwa, informasi publik yang tidak dapat diberikan oleh badan publik adalah informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi.

Dalam Keputusan KPU Nomor 731/2025, lembaga penyelenggara Pemilu ini menyampaikan konsekuensi bahaya jika informasi dibuka, informasi dokumen persyaratan pasangan calon dapat mengungkap informasi pribadi seseorang.

Kendati demikian, akses tetap terbuka bagi publik, antara lain, untuk mengetahui keabsahan dokumen publik demi menjamin integritas pemilu, kemudian untuk mengetahui apakah KPU sudah menerima berkas secara lengkap dan benar.

Selain itu, kepentingan publik untuk membuka informasi guna mengetahui apakah KPU sudah melakukan proses validasi ijazah dengan benar dan hasilnya benar.

Nah, poin ini digunakan sebagai bukti asli atau palsu ijazah Joko Widodo di persidangan. Seyogianya keputusan KPU ini tanpa menyebut nama seseorang karena terkesan hanya berlaku bagi yang bersangkutan.

KPU juga menetapkan durasi pengecualian, yakni selama 5 tahun, kecuali pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.

Informasi publik yang dikecualikan adalah, pertama, fotokopi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) dan foto akta kelahiran Warga Negara Indonesia.

Pengecualian ini, menurut penulis, kemungkinan besar bisa diterima publik karena khawatir ada pihak yang menyalahgunakan dokumen tersebut.

Kedua, surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Selayaknya, dokumen ini tidak dikecualikan karena publik perlu tahu apakah yang bersangkutan memiliki catatan kriminal.

Ketiga, surat keterangan kesehatan dari rumah sakit pemerintah yang ditunjuk oleh KPU. Penulis sependapat terkait kerahasiaan ini dan tampaknya hanya penyelenggara pemilu dan pihak terkait yang mengetahuinya.

Keempat, surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini seyogianya perlu diketahui publik secara luas sebagai bentuk transparansi kekayaan pejabat, agar tahu kondisi sebelum dan setelah jadi presiden/wakil presiden.

Kelima, surat keterangan tidak sedang dalam keadaan pailit dan/atau tidak memiliki tanggungan utang yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri. Hal ini juga patut diketahui publik dan relevan untuk integritas pejabat.

Keenam, surat pernyataan tidak sedang dicalonkan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Hal ini semestinya tidak dikecualikan karena penting untuk verifikasi ganda. Data ini terdapat dalam formulir Model BB-1 PPWP (berisi surat pernyataan yang dibuat dan ditandatangani oleh calon).

Ketujuh, fotokopi nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan tanda bukti pengiriman atau penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi selama 5 tahun terakhir.

Karena nomor induk kependudukan (NIK) dapat digunakan sebagai NPWP, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.03/2022, masuk dalam informasi publik yang dikecualikan.

Begitu pula, terkait dengan daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak setiap bakal calon (vide Keputusan KPU Nomor 731/2025).

Dalam keputusan KPU tersebut menyebutkan hal itu terdapat dalam formulir Model BB-4 PPWP (Pemilu 2014) dan formulir Model BB-2 PPWP (berisi informasi bakal capres dalam Pemilu 2019).

Di sisi lain, KPU telah mengumumkan informasi daftar riwayat hidup bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden melalui laman KPU serta membuka kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap pengusulan bakal pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Kesembilan, surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

Poin ini seyogianya tidak masuk dalam pengecualian sehingga publik bisa mengecek ulang. Namun, KPU menyebutkan bahwa data ini terdapat dalam formulir BB-1 PPWP.

Kesepuluh, surat pernyataan setia pada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Poin ini pun perlu dibuka kepada publik untuk memastikan komitmen ideologis kandidat. Dalam keputusan KPU tersebut menerangkan bahwa surat pernyataan ini terdapat dalam formulir BB-1 PPWP.

Kesebelas, surat keterangan dari pengadilan negeri yang menyatakan bahwa setiap bakal calon tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.

Poin ini sebaiknya tidak masuk dalam pengecualian, justru wajib diketahui oleh publik.

Keduabelas, bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah juga harus diketahui publik agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Ketigabelas, surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang dan G-30-S/PKI dari kepolisian. Menurut penulis, masyarakat perlu tahu latar belakang yang bersangkutan.

Keempatbelas, surat pernyataan bermeterai cukup tentang kesediaan yang bersangkutan diusulkan sebagai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden secara berpasangan. Sebaiknya tidak masuk dalam pengecualian.

Kelimabelas, surat pernyataan pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan umum. Hal ini pun harus diketahui publik demi menjaga netralitas Pemilu.

Begitu pula informasi terkait dengan surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilu (vide Keputusan KPU Nomor 731/2025), tidak perlu dikecualikan.

Sebenarnya, publik tetap bisa mengakses informasi atas dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden sepanjang dalam proses tahapan pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Setelah tahapan pemilu selesai, terdapat 16 dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan oleh KPU RI.

Apalagi, terdapat sejumlah data dan informasi yang berada di luar kewenangan penyelenggara pemilu ini.

Apakah Keputusan KPU Nomor 731/2025 bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi publik? Jawabannya kini berada di tangan Mahkamah Agung.

Uji materi bisa menjadi jalan bagi publik untuk memastikan bahwa demokrasi tetap berjalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

*) D Dj Kliwantoro adalah Ketua Dewan Etik Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilu (Mappilu) PWI Provinsi Jawa Tengah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *