Pemerintah Berikan Peluang UMKM Kelola Tambang, Apa Tantangannya?

JAKARTA, borneoreview.co – Pemerintah resmi memberikan kesempatan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk mengelola lahan pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Kebijakan ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (18/2/2025).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada UMKM merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memperbaiki tata kelola pertambangan di Indonesia. Selain UMKM, izin juga diberikan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dan koperasi.

“Perubahan ini bertujuan untuk menciptakan tata kelola pertambangan yang lebih inklusif dengan memberikan kesempatan kepada BUMN, BUMD, UMKM, koperasi, serta badan usaha milik ormas keagamaan untuk turut serta dalam pengelolaan tambang,” ujar Bahlil dalam rapat tersebut.

Namun, Bahlil menegaskan bahwa izin hanya diberikan kepada UMKM lokal di wilayah pertambangan tersebut. Berbeda dengan ormas keagamaan yang dapat mengelola tambang di berbagai wilayah asal memenuhi syarat.

“Contohnya di Kalimantan Timur, hanya UMKM lokal di kabupaten tersebut yang berhak mengajukan izin. Ini untuk memastikan pemerataan manfaat ekonomi,” jelas Bahlil.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tri Winarno menyatakan bahwa UMKM yang ingin memperoleh IUP harus memenuhi tiga kriteria utama: aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan.

“Persyaratan teknis, ekonomi, dan lingkungan harus tetap dipenuhi oleh UMKM yang ingin memperoleh izin tambang,” tegas Tri.

Namun, pengamat ekonomi energi Universitas Padjajaran, Yayan Satyakti, menilai bahwa memberikan IUP kepada UMKM berpotensi membawa lebih banyak tantangan dibandingkan keuntungan. Menurutnya, meskipun berhasil, UMKM bisa memperluas bisnisnya, tetapi risiko dalam industri pertambangan sangat tinggi.

“Pengelolaan tambang membutuhkan modal besar. Misalnya, untuk tambang emas dan tembaga, investasi yang dibutuhkan berkisar antara US$200 juta hingga US$350 juta atau setara Rp3,24 triliun hingga Rp5,67 triliun,” kata Yayan.

Selain itu, Yayan menyoroti pentingnya profesionalisme dan teknologi dalam industri tambang. Ia menekankan bahwa UMKM yang diberikan izin harus memiliki kapasitas finansial, teknologi tinggi, dan pemahaman yang mendalam tentang Good Mining Practices.

“Jika masih konvensional atau pemula tanpa pendampingan, UMKM bisa mengalami kerugian besar. Oleh karena itu, harus ada regulasi ketat dan pendampingan yang memadai,” jelasnya.

Sebagai langkah mitigasi, Yayan meminta pemerintah untuk menetapkan aturan dan persyaratan yang jelas agar UMKM yang diberikan IUP benar-benar siap menghadapi tantangan di sektor pertambangan.

“UMKM yang ingin mengelola tambang harus memiliki modal yang cukup, memahami manajemen risiko, serta menerapkan teknologi pertambangan yang tinggi,” pungkasnya.

Dengan disahkannya undang-undang ini, pemerintah diharapkan dapat memberikan regulasi turunan yang jelas dalam enam bulan ke depan untuk memastikan implementasi kebijakan berjalan sesuai tujuan awal.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *