Pemerintah Perketat Penerapan ESG di Sektor Tambang, 190 IUP Dihentikan Sementara

reklamasi

JAKARTA, borneoreview.co — Pemerintah semakin tegas menegakkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) di sektor pertambangan. Salah satu langkah konkret yang kini diterapkan adalah kewajiban penempatan jaminan reklamasi sebelum perusahaan tambang melanjutkan kegiatan produksinya.

Koordinator Perlindungan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Horas Pasaribu, menegaskan bahwa pemerintah tidak lagi memberikan toleransi terhadap perusahaan yang mengabaikan kewajiban reklamasi lahan pascatambang.

“Perusahaan yang melanggar kewajiban reklamasi akan dikenakan sanksi administratif bertingkat — mulai dari SP1, SP2, hingga SP3, masing-masing berlaku 30 hari kalender. Jika tetap tidak ada perbaikan, kegiatan tambang akan dihentikan selama 60 hari, dan bila masih tidak ada tindak lanjut, izin usaha pertambangan (IUP) bisa dicabut,” ujar Horas dalam acara diskusi di sela Harita Nickel Journalist Award, Jumat (24/10/2025).

Ia mengimbau masyarakat untuk tidak terburu-buru menilai aktivitas pembukaan lahan tambang. “Tolong masyarakat bersabar. Pemerintah tahu dampaknya dan sudah menyiapkan solusinya. Jangan menghakimi saat lahan baru dibuka, tapi mari bersama-sama menilai saat pascatambang nanti, apakah reklamasi benar-benar dilakukan atau tidak,” tambahnya.

Melalui Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2025, pemerintah mewajibkan penempatan jaminan reklamasi sebagai syarat mutlak dalam proses persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Regulasi ini diperkuat dengan Kepmen ESDM Nomor 344 Tahun 2025, yang menyederhanakan bentuk jaminan menjadi deposito berjangka di bank Himbara, agar dana reklamasi dapat dipastikan tersedia bila pemerintah harus turun tangan.

Langkah ini dianggap penting untuk menjamin keberlanjutan lingkungan dan mencegah perusahaan meninggalkan lahan bekas tambang tanpa pemulihan yang memadai.

Direktur Health Safety Environment (HSE) PT Harita Nickel Tbk (NCKL), Tony Gultom, menyambut baik kebijakan pemerintah tersebut. Menurutnya, penerapan ESG tidak dapat dipisahkan dari aspek keselamatan kerja (K3) dan tanggung jawab sosial perusahaan.

“Kalau jaminan reklamasinya tidak disetor, bagaimana bisa beyond compliance? Dulu banyak perusahaan hanya mementingkan produksi, tapi sekarang paradigma itu harus berubah,” ujar Tony.

Horas juga mengungkapkan bahwa Kementerian ESDM baru-baru ini menghentikan sementara 190 IUP karena perusahaan terkait belum menempatkan jaminan reklamasi. “Ini bukan hukuman semata, tapi upaya untuk memastikan peningkatan penerapan ESG dan melindungi kepentingan negara,” tegasnya.

Dengan langkah tegas ini, pemerintah berharap industri tambang Indonesia tidak hanya produktif secara ekonomi, tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *