Pemerintah Susun Kebijakan Mendukung Komersialisasi Biodiesel

Ilustrasi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit sebagai bahan pembuatan BBM Biodiesel B40

JAKARTA, borneoreview.co – Pemerintah bersama sejumlah pihak terkait tengah menyusun kebijakan keuangan dan insentif untuk mendukung komersialisasi biodiesel. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kemitraan antara petani plasma, petani swadaya, dan perusahaan produsen biodiesel.

Direktur Bioenergi di Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Wibowo menekankan pentingnya pengembangan biodiesel berkelanjutan, termasuk rencana implementasi B100 di masa depan. Menurutnya, pengembangan biodiesel melibatkan kolaborasi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perekonomian, serta pemangku kepentingan lainnya, termasuk perusahaan sawit dan petani.

“Produksi biodiesel sangat bergantung pada kelapa sawit sebagai bahan baku utama. Oleh karena itu, peran petani sawit, baik plasma maupun swadaya, sangat penting,” ujarnya dalam Diskusi Keberlanjutan Biodiesel di Jakarta, Kamis.

Edi menambahkan bahwa kemitraan antara petani dan perusahaan perlu ditingkatkan agar program biodiesel dapat memberikan manfaat langsung bagi petani sawit.

Koordinator Kelembagaan Direktorat Tanaman Sawit dan Aneka Palma di Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian Mula Putra mengungkapkan bahwa pemerintah akan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) melalui program beasiswa dan pelatihan bagi para pekebun. Selain itu, pendataan melalui Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) akan diperkuat untuk memperbaiki tata niaga tandan buah segar (TBS) dan meningkatkan pendapatan petani melalui integrasi tanaman sela, peternakan, serta pemanfaatan limbah sawit.

Mula Putra optimistis langkah-langkah ini akan meningkatkan produktivitas perkebunan sawit rakyat hingga 30-40 ton TBS per hektare dengan rendemen 23-25 persen.

“Peningkatan ini diharapkan dapat mendukung program biodiesel berbahan baku minyak sawit serta meningkatkan kesejahteraan petani sawit di Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin menyatakan bahwa program biodiesel yang diluncurkan pada 2015 belum sepenuhnya memberikan dampak positif bagi petani kelapa sawit. Ia menambahkan bahwa kemitraan antara petani dan perusahaan biodiesel masih jauh dari harapan, dan petani di daerah industri biodiesel di Riau masih menjual sawit mereka melalui tengkulak, bukan langsung ke perusahaan biodiesel.

“Penting untuk ada peraturan yang mewajibkan perusahaan biodiesel bermitra dengan petani, terutama di wilayah konsesi perusahaan,” imbuh Sabarudin.

Ia menekankan bahwa ke depan, pengembangan biodiesel harus melibatkan petani secara lebih intensif agar dampaknya benar-benar dirasakan. (Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *