PONTIANAK, borneoreview.co – Pengadilan Tinggi Pontianak membebaskan Yu Hao (49), warga negara asing (WNA) asal China yang sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Ketapang atas kasus penambangan emas ilegal. Kasus tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,02 triliun akibat hilangnya cadangan emas sebanyak 774,27 kg dan perak 937,7 kg.
Putusan kontroversial ini tercantum dalam Petikan Putusan Pidana yang ditandatangani Ketua Majelis Hakim Isnurul S Arif. Dalam keputusannya, majelis hakim tingkat banding membatalkan putusan PN Ketapang Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp tertanggal 10 Oktober 2024.
Hakim tingkat banding menyatakan Yu Hao tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penambangan tanpa izin, bertolak belakang dengan putusan PN Ketapang yang menghukumnya dengan 3,5 tahun penjara dan denda Rp30 miliar.
Menanggapi putusan ini, Kejaksaan Negeri Ketapang menyatakan akan mengajukan kasasi. Kepala Seksi Intelijen, Panter Rivay Sinambela, mengatakan, “Iya betul, kita wajib kasasi.”
Yu Hao sebelumnya didakwa melanggar Pasal 158 UU No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Jaksa menuntut hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp50 miliar dengan subsider 6 bulan kurungan.
Kasus ini mencuat setelah Tim PPNS Ditjen Minerba menemukan aktivitas tambang ilegal di area IUP PT BRT dan PT SPM yang sedang dalam masa pemeliharaan. Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba, Sunindyo Suryo Herdadi, mengungkapkan temuan lubang tambang sepanjang 1.648,3 meter dengan volume tunnel 4.467,2 m³.
Yu Hao diduga mengoordinasi lebih dari 80 tenaga kerja asing (TKA) China untuk operasi tambang ilegal tersebut. Modusnya adalah memanfaatkan tunnel yang seharusnya tidak aktif, menggunakan bahan peledak, dan melakukan pemurnian emas di lokasi.
Kementerian ESDM mencatat kerugian negara akibat hilangnya cadangan emas dan perak bernilai tinggi, dengan kandungan emas mencapai 337 gram/ton pada sampel batu yang diuji. (Kom)