KALIMANTAN, borneoreview.co – Gelombang penolakan terhadap penurunan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional semakin menguat. Setelah aksi demonstrasi kelompok Cipayung di kantor DPRD Timor Tengah Utara (TTU) beberapa waktu lalu, isu ini terus menjadi perbincangan hangat, termasuk di kalangan para pemuda Timor yang merantau di Kalimantan.
Darius Nesi, salah satu koordinator komunitas perantau Timor di Kalimantan, dengan tegas menyatakan sikap penolakannya terhadap perubahan status Cagar Alam Mutis melalui pesan singkat WhatsApp, Senin (11/11/2024). Ia menyatakan, para perantau Timor di Kalimantan sangat menolak jika Mutis dijadikan Taman Nasional.
“Menolak keras status Mutis menjadi Taman Nasional, karena Mutis adalah tempat asal-usul kami. Mutis merupakan warisan budaya leluhur yang disakralkan, takhta tertinggi yang selalu disebut dalam doa dan pujian adat. Biarkan daerah lain dijadikan taman nasional, tapi tidak dengan Mutis, sebab kami adalah saksi kerusakan lingkungan di Kalimantan,” tegas Darius.
Lebih lanjut, Darius mengapresiasi langkah kritis dari Naimnuke Pina Ope Nope, yang menjadi tokoh pertama yang mengkritisi keputusan penurunan status Cagar Alam Mutis.
“Mutis harus menjadi perhatian serius bagi kita semua,” ujar Darius Nesi menutup pernyataannya.
Di tempat terpisah, Pina Ope Nope menyambut baik dukungan dari para perantau Timor di Kalimantan yang turut menolak status baru untuk Mutis ini. Ia menilai, sikap tersebut seharusnya menjadi sinyal bagi pemerintah pusat untuk mendengarkan aspirasi masyarakat.
“Ini masukan yang baik, dan sudah seharusnya pemerintah pusat mendengar bahwa masyarakat menolak keras. Leluhur Timor juga memiliki peran penting dalam perlawanan melawan penjajah Belanda, dan wilayah Mollo baru ditaklukkan pada tahun 1906,” jelas Pina.
Ia menambahkan bahwa upaya mempertahankan Mutis yang diperjuangkan dengan darah dan air mata di masa lalu akan terus berlanjut hingga kini. (Ine)