Perjalanan Peliput Presiden Prabowo Subianto ke KTT BRICS Brasil

RIODEJENEIRO, borneoreview.co – Enam jurnalis peliput kegiatan Presiden Prabowo Subianto untuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Rio de Janeiro pada 6-7 Juli 2025, menempuh perjalanan maraton 38 jam dari Jakarta hingga kota tujuan.

Didampingi sejumlah staf Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden, perjalanan dimulai dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Cengkareng, Indonesia, sejak Kamis (3/7) pagi.

Para jurnalis media nasional, berbekal perlengkapan alat kerja dan paspor biru (paspor dinas) berangkat terpisah dari rombongan Presiden, menumpangi pesawat Qatar Airways yang membawa mereka melintasi belahan Bumi.

Mereka harus tiba di Negeri Samba, paling telat sehari menjelang perhelatan KTT, untuk menyesuaikan jadwal ketibaan Presiden Prabowo Subianto pada 5 Juli 2025, pascakunjungan resminya ke Arab Saudi.

Pemegang paspor biru ini berstatus delegasi media resmi untuk kunjungan presiden yang disahkan secara langsung atas nama Menteri Luar Negeri RI untuk perjalanan ke seluruh dunia, kecuali Taiwan dan Israel, sebab RI tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan kedua negara tersebut.

Paspor biru Indonesia punya keistimewaan dibandingkan paspor biasa, terutama untuk kunjungan kenegaraan, seperti yang dilakukan oleh Presiden dan delegasinya, untuk mendukung kelancaran tugas dinas pejabat negara di luar negeri.

Misalnya saat di Bandara Soetta, pemegang paspor biru mendapatkan jalur khusus atau prioritas saat proses pemeriksaan dokumen keimigrasian, termasuk penitipan barang di bagasi, sehingga meminimalkan antrean.

“Ini media khusus istana semua ya?” kata salah satu petugas imigrasi, sebagai satu-satunya pertanyaan saat proses verifikasi dekomen perjalanan, berlangsung tidak sampai 5 menit.

Bandara Hamad

Penerbangan dari Cengkareng, Banten, menuju Doha, Qatar, menjadi titik awal dari perjalanan panjang ini. Pesawat lepas landas pukul 10.45 WIB setelah sempat mengalami penundaan sekitar 2 jam karena kabut tebal.

Di dalam kabin, berbagai strategi diterapkan untuk melawan kelelahan saat penerbangan jarak jauh. Ada yang segera menyesuaikan posisi tidur dengan bantal tiup andalan supaya nyaman di kursi pesawat.

Maskapai juga menawarkan dua kali santap makan kepada penumpang, berupa nasi kari ayam dan pasta ayam saus tomat. Bagi penyuka jus hingga wine, juga ditawarkan.

Ada juga yang memilih untuk sesekali berjalan-jalan di lorong kabin untuk meregangkan otot yang kaku setelah berjam-jam duduk pada posisi antarkursi yang relatif sangat rapat. Fasilitas hiburan dalam pesawat juga digunakan optimal, seperti aneka film dengan beragam genre untuk mengusir kebosanan dan menjaga pikiran tetap segar.

Setelah menempuh penerbangan panjang melintasi Samudra Hindia selama 8 jam, rombongan tiba di Bandara Internasional Hamad (HIA), Doha, Qatar, tepat pukul 14.42 waktu Doha.

HIA, yang dinobatkan sebagai bandara terbaik di dunia versi Skytrax pada 2022, menyajikan pengalaman transit yang berkesan, apalagi untuk mereka yang baru kali pertama singgah di Qatar.

Meski harus menunggu penerbangan lanjutan selama 10 jam, bandara ini menawarkan fasilitas mewah yang membuat waktu terasa lebih singkat. Kami mengisi ruang senyap untuk mendiskusikan isu penting seputar KTT BRICS.

Para jurnalis memanfaatkan waktu transit ini untuk mengisi ulang energi. Ada yang menjelajahi area perbelanjaan bebas bea yang dipenuhi aneka parfum mewah, meski sekadar menyicip aromanya.

Ada juga yang mengagumi instalasi seni ikonik, seperti “Lamp Bear” karya seniman Swiss, Urs Fischer. Patung boneka beruang dengan lampu di atas kepalanya ini dipahat dari perunggu setinggi 7 meter dan berat 18-20 ton.

Awalnya, patung ini berada di plaza Gedung Seagram di New York, sebelum dibeli dan dipindahkan ke Bandara Hamad. Selain “Lamp Bear”, bandara ini juga menampilkan karya seni lain, termasuk “Small Lie” karya Kaws.

Fasilitas kelas dunia HIA, dari taman tropis dalam ruangan, hingga pilihan kuliner yang beragam, menjadi oasis di tengah perjalanan panjang, memberi kesempatan untuk merefresh diri sebelum kembali mengudara.

Menembus Samudra Atlantik

Dari Doha, penerbangan kami berlanjut menuju Sao Paulo, Brasil, yang menjadi etape terpanjang tanpa henti dari perjalanan ini, berdurasi sekitar 18 jam.

Aktivitas yang melelahkan nyaris berujung apes bagi Igman Ibrahim, jurnalis dari Tribunnews. Saat berhadapan dengan petugas imigrasi di Bandara Internasional Hamad, wajahnya yang lesu dan tampak pucat akibat kelelahan, disalahartikan sebagai tanda sakit, memicu perhatian khusus dari petugas.

“Sebenarnya saya cuma kedinginan saja dan sangat ngantuk. Tapi, saya sampai dua kali dipanggil untuk dicek kesehatan karena mereka khawatir saya sakit,” katanya.

Di tengah perjalanan panjang ini, menjaga stamina menjadi krusial. Hidrasi yang cukup dan istirahat yang efektif adalah kuncinya, terutama karena perbedaan zona waktu yang 10 jam lebih lambat dari Jakarta.

Perbedaan waktu mengakibatkan jet lag, yang mempengaruhi kondisi biologis dan menyebabkan kelelahan. Jurnalis harus beradaptasi.

Berangkat mulai pukul 23.55 waktu setempat, pesawat pun melintasi Samudra Atlantik, menempuh jarak ribuan kilometer dari Timur Tengah menuju Amerika Latin di ketinggian rata-rata berkisar 36 ribu kaki dari daratan.

Setelah melintasi garis pantai barat Afrika, tepatnya di sekitar wilayah Ghana atau Pantai Gading, pesawat mulai terbang di atas Samudra Atlantik Selatan.

Sayangnya, pemandangan langsung samudra biru itu tertutup langit gelap. Tapi, dari tampilan visual di layar kursi penumpang, tampak pemandangan didominasi oleh birunya samudra tanpa ujung.

Selama fase ini, tidak ada daratan yang terlihat selama berjam-jam. Kru pesawat memantau kondisi cuaca dan lalu lintas udara. Pesawat terbang stabil dan sedikit turbulensi karena minimnya gangguan geografis di tengah samudra.

Tiba di Brasil

Setibanya di Bandar Udara Internasional Sao Paulo/Guarulhos, Brasil, sekitar pukul 08.20 waktu setempat, jurnalis harus kembali transit untuk penerbangan terakhir menuju Rio de Janeiro.

Suhu udara di kawasan setempat berkisar 21 derajat Celcius, dengan curah hujan ringan berdurasi panjang.

Bandara tersibuk di Amerika Latin ini melayani sebagian besar penerbangan internasional dan domestik di Sao Paulo, dan merupakan pusat utama bagi maskapai penerbangan LATAM, GOL, dan Azul, serta maskapai penerbangan internasional lainnya.

Transit kali ini relatif singkat, hanya sekitar 3 jam. Meski sempat tertunda sekitar beberapa menit akibat pengecekan acak barang bawaan dari salah satu kru peliput, tim akhirnya dapat menumpang pesawat dari maskapai Latam yang membawa ke tujuan akhir.

“Ini hanya masalah tripod yang kami bawa. Kebetulan ada cek random dan koper saya sempat diperiksa petugas imigrasi yang menanyakan hal teknis penggunaan barang. Setelah kami jelaskan, semua alat bisa saya bawa lagi,” kata Leonardo, jurnalis TVOne.

Tiba di Rio de Janeiro, mereka langsung bersiap untuk mengikuti setiap rangkaian KTT BRICS, membawa informasi penting kembali ke Tanah Air.

Presiden Prabowo diagendakan tiba di Rio de Janeiro pada Sabtu (5/7) pagi untuk menghadiri KTT BRICS di Museum of Modern Art (MMA), Rio de Janeiro, pada 6-7 Juli 2025 dan melanjutkan lawatannya, dengan menggelar pertemuan bilateral RI-Brasil di Brasilia pada 8-9 Juli 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *