TAPIN, borneoreview.co – Penganut aliran keagamaan Kaharingan di Kecamatan Piani Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, masih menghadapi hambatan administratif di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), terutama soal perkawinan.
Bahkan, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapin menyebut perkawinan penganut Kaharingan tidak sah secara hukum negara karena tidak tercatat secara sah di Disdukcapil. Hal ini berimbas pada pembuatan akta kelahiran.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Tapin, Hendro Nugroho, menuturkan bahwa perkawinan penganut Kaharingan masuk kategori non-Muslim karena pemuka agama Majelis Keagamaan Kaharingan Indonesia (MAKI) di daerah Piani belum terdaftar secara resmi.
“Pencatatan (di Disdukcapil) tersebut tidak bisa dilakukan,” ujar Hendro di Rantau, Kabupaten Tapin, Kamis (23/1/2025).
Dia mengatakan kondisi ini berdampak langsung pada pencatatan akta kelahiran anak dari keluarga penganut Kaharingan.
“Akta kelahiran anak hanya mencantumkan status ‘anak seorang ibu’, karena perkawinan orang tua mereka tidak tercatat secara sah di Disdukcapil,” katanya.
Hendro menyebutkan bahwa di daerah lain, seperti Kotabaru, pemuka agama MAKI telah terdaftar di instansi berwenang, sehingga pencatatan sipil tidak menemui kendala serupa.
“Di Tapin khususnya Kecamatan Piani situasi ini masih menjadi tantangan yang perlu segera diatasi,” ucapnya.
Hendro menjelaskan berdasarkan data Disdukcapil Tapin, jumlah penganut aliran kepercayaan Kaharingan di Kecamatan Piani mencapai 325 orang, terdiri dari 159 laki-laki dan 166 perempuan tersebar di Desa Pipitak Jaya, Harakit, Batung, Balawaian, dan satu orang di Kecamatan Hatungun.
“Ketiadaan pemuka agama resmi dinilai menjadi akar masalah yang harus segera ditangani,” ujarnya.
Dia berharap dengan keberadaan pemuka agama yang terdaftar tidak hanya menciptakan keteraturan administrasi, tetapi juga memberikan pengakuan yang layak bagi penganut Kaharingan di Tapin. (Ant)