Site icon Borneo Review

Perkebunan Sawit dan Konservasi: Bisakah Berjalan Bersamaan?

PONTIANAK, borneoreview.co – Perkebunan kelapa sawit seringkali dianggap sebagai ancaman bagi lingkungan karena isu deforestasi dan hilangnya habitat satwa liar. Namun di sisi lain, sawit juga menjadi salah satu sumber ekonomi utama bagi jutaan keluarga di Indonesia. Pertanyaannya: bisakah produksi sawit berjalan beriringan dengan upaya konservasi alam?

Apa saja potensi sawit dalam konservasi?pertama, kelapa sawit memiliki karakteristik alamiah yang mendukung konservasi tanah dan air, kedua, kanopi rapat membantu mengurangi erosi tanah saat hujan deras, ketiga, akar serabut sawit membantu meningkatkan porositas tanah dan menyimpan air lebih baik, sehingga mencegah kekeringan di musim kemarau.

Dengan pengelolaan yang tepat, perkebunan sawit dapat membantu menjaga kesuburan tanah dan keberlangsungan sumber air di sekitar perkebunan.

Isu utama yang sering dikaitkan dengan perkebunan sawit adalah pembukaan hutan yang menyebabkan hilangnya habitat satwa liar seperti orangutan, harimau Sumatera, dan gajah. Dalam dua dekade terakhir, perluasan kebun sawit menjadi salah satu penyebab berkurangnya hutan tropis di Indonesia.

Selain itu, pengelolaan yang tidak bertanggung jawab dapat menimbulkan konflik dengan satwa liar yang habitatnya terganggu.

Kini, banyak perusahaan sawit yang menerapkan prinsip pertanian berkelanjutan melalui sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). Beberapa langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan antara lain:

– Menyisihkan kawasan konservasi (Area Bernilai Konservasi Tinggi / HCV) dalam area konsesi.
–  Tidak membuka hutan primer dan lahan gambut baru.
– Melakukan reforestasi dan penanaman pohon di sekitar kebun untuk menjaga keanekaragaman hayati.
– Menggunakan praktik pertanian regeneratif dan agroforestri yang menggabungkan produktivitas dengan konservasi.

Contoh praktik baik ini dapat dilihat pada proyek-proyek kolaborasi di Aceh Tamiang, Kalimantan, dan Riau, di mana perusahaan, petani, pemerintah, dan LSM bekerja sama untuk menjaga hutan dan meningkatkan produktivitas sawit.

Keberhasilan harmonisasi antara sawit dan konservasi membutuhkan kerja sama semua pihak:

– Pemerintah: mengatur izin konsesi dan penegakan hukum.

– Perusahaan: menerapkan praktik berkelanjutan dalam operasional.

– Petani sawit: dilibatkan dalam pelatihan praktik ramah lingkungan.

– Masyarakat sekitar: diberikan pemahaman akan pentingnya konservasi.

– LSM dan akademisi: melakukan pemantauan, riset, dan pendampingan.

Perkebunan sawit dan konservasi dapat berjalan berdampingan bila dikelola dengan prinsip keberlanjutan. Dengan penerapan praktik berkelanjutan, kawasan konservasi di dalam area perkebunan dapat tetap dijaga, produksi sawit tetap berjalan, dan satwa liar tetap memiliki habitat.

Indonesia dapat menjadi contoh bagi dunia bahwa keberlanjutan dan produktivitas bukan dua hal yang harus saling meniadakan, melainkan bisa berjalan beriringan untuk masa depan yang lebih hijau dan sejahtera.***

Exit mobile version