Perketat Keamanan Rumah Gajah Domang di Taman Nasional Tesso Nilo

gajah Domang

JAKARTA, borneoreview.co – Keberadaan gajah Domang di Taman Nasional (TN) Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan, Riau, bisa semakin terancam.

Ancaman pada anak gajah Sumatra atau gajah Domang ini setelah terjadi perusakan pos komando oleh sekelompok orang menolak penertiban kebun sawit ilegal di kawasan tersebut.

Pasalnya, TN Tesso Nilo adalah habitat gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), termasuk gajah Domang yang menjadi ikon Tesso Nilo dan populer di media sosial.

“Publik mengenal Tesso Nilo lewat sosok gajah kecil bernama Domang. Bagi kami, Domang bukan sekadar tokoh viral di media sosial,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakum) Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, di Jakarta, Selasa (25/11/2025).

“Ia adalah simbol generasi baru gajah Sumatera yang berhak atas rumah yang utuh, aman, dan bebas dari kebun ilegal,” tambahnua.

Karena itu, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) memperketat keamanan di wilayah taman nasional itu.

Ini setelah terjadi perusakan pos komando oleh sekelompok orang menolak penertiban kebun sawit ilegal.

Untuk itu, katanya, Ditjen Gakkum Kehutanan dan Satgas PKH bersama Kodam XIX/Tuanku Tambusai memperkuat pengamananTesso Nilo.

Yakni, dengan menurunkan tambahan 30 prajurit Kodam dan 20 personel Polisi Kehutanan serta Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC).

Hal itu dilakukan merespons pos komando taktis operasi penertiban di TNTN didatangi sekelompok massa yang menolak penertiban kebun sawit ilegal dan berujung pada perusakan sarana prasarana negara di pos tersebut.

“Penegakan hukum di Tesso Nilo diarahkan untuk mengembalikan taman nasional ini sebagai rumah Domang dan kawanan gajah lainnya, bukan hamparan kebun sawit,” tegas Dwi Januanto.

“Operasi penertiban di Tesso Nilo kami rancang untuk memutus rantai bisnis perusakan kawasan, bukan mengorbankan rakyat. Fokus kami menyasar para pemilik lahan, pemodal, dan pengendali alat berat yang memperdagangkan kawasan hutan negara,” tambahnya.

Dia menyebut Kemenhut menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara damai, namun menyoroti bahwa perusakan fasilitas negara dan upaya menghalangi penegakan hukum tidak dapat dibenarkan.

Untuk mengamankan hasil penertiban dan mencegah munculnya kembali aktivitas ilegal, tambahan personel polisi kehutanan tersebut diperbantukan untuk memperkuat patroli rutin, menjaga titik-titik rawan perambahan, mengawasi pos jaga, portal, dan parit batas, serta mengawal pelaksanaan pemulihan ekosistem yang menargetkan sekitar 8.000 hektare areal prioritas.

Sejak pelaksanaan operasi penertiban, tim gabungan Ditjen Gakkum Kehutanan, Satgas PKH, Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan instansi terkait telah menertibkan sekitar 4.700 hektare kebun sawit ilegal di dalam kawasan taman nasional.

Tindakan lapangan meliputi penertiban tempat penampungan TBS sawit ilegal untuk memutus rantai pasok, pembongkaran pondok dan bangunan, penghentian pembukaan lahan baru, perusakan sarana akses seperti jalan dan jembatan liar, pembuatan parit batas, serta pemasangan papan larangan dan penandaan subjek-objek penguasaan lahan.

Januanto menyebut pemerintah mengedepankan pendekatan persuasif terhadap masyarakat yang kooperatif dan bersedia mengembalikan kawasan.

Warga sekitar yang dimintai keterangan diberikan penjelasan mengenai status kawasan, alur penguasaan lahan, dan konsekuensi hukum dari kegiatan di dalam taman nasional.

Pendekatan itu memperlihatkan bahwa negara tidak memburu masyarakat yang bersedia bekerja sama mengembalikan kawasan, melainkan memfokuskan penindakan pada pemilik lahan, pemodal, dan pihak yang menjadikan Tesso Nilo sebagai komoditas ilegal.

Dia memastikan Kemenhut bersama Satgas PKH akan melanjutkan operasi pengamanan dan pemulihan TN Tesso Nilo secara terpadu.(Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *