Pisang Goreng Gang Padi: Sang Legend yang Tak Pernah Bangkit Lagi

Pisang Goreng Pontianak

PONTIANAK, borneoreview.co – Beberapa tahun berselang, sebuah icon tentang kampong halamanku, Pontianak, menjadi tenar. Icon yang kumaksud adalah Pisang Goreng Pontianak.

Amatanku, produk pisang goreng ini popularitasnya, tak disebabkan oleh promosi pemerintah daerah.

Jika pun promosi pisang goreng ada, hampir tak terasa dibandingkan promosi yang dilakukan, untuk produk lidah buaya.

Memang pasar dapat menjadi satu pengadilan yang paling jujur, pada suatu produk.

Apabila disenangi, produk tersebut akan eksis di pasaran.

Sementara jika tidak digemari, ia pun akan sedikit demi sedikit hilang dari peredaran.

Meskipun tak segencar beberapa tahun lalu, kita masih dapat temui hampir di seluruh penjuru angin, kios permanen atau semi permanen berspanduk Pisang Goreng Pontianak.

Di kampong halaman sendiri, Pontianak, setahuku ada beberapa penjual pisang goreng atau gorengan. Yang sudah lama dan dikenal.

Tapi tak satu yang popularitasnya melebihi yang lainnya. Seperti, gorengan Pasar Kota Baru, gorengan Gajah Mada (depan KFC), gorengan Palapa, gorengan depan Rumah Sakit Jiwa di Jalan Alianyang.

Ada pisang goreng di depan Rumah Sakit Antonius lama di Jalan Merdeka Barat, gorengan Setia Budi, pisang goreng Sarikaya Warkop Sukahati, gorengan Warkop Winny, dan masih banyak lagi penjualan gorengan lainnya.

Mayoritas dagangan yang dijualnya adalah pisang goreng. Hampir di setiap sudut pemukiman padat, penjual pisang goreng tidaklah sulit untuk ditemukan.

Kalau dilihat dari etnisitasnya, para penjual gorengan itu pun beragam. Ada yang Tionghoa, Melayu bahkan Madura.

Agak berbeda dengan kebanyakan pisang goreng di Jawa. Salah satu kekhasan pisang goreng Pontianak adalah, pada pisangnya yang menggunakan pisang kepok atau dikenal juga dengan pisang nipah.

Asal pisang nipah yang paling terkenal adalah Purun. Meskipun kuyakin, tak semuanya berasal dari desa tersebut.

Pisang ini dipotong-potong tipis, dan disusun seperti kipas. Kemudian, dicelupkan dalam campuran air dan tepung. Setelah itu digoreng hingga matang.

Sekitar 1980-an, ada satu penjual pisang goreng yang legendaris. Yakni, pisang goreng Gang Padi. Letaknya tepat di pinggir parit di depan Puskesmas Gigi dan Mata di Jalan Prof. Dr. Hamka atau dahulu dikenal dengan Gang Padi ini.

Seingatku, jangankan pisangnya, remah-remah gorengannya pun tak pernah bersisa. Hampir setiap malam antrian panjang pembeli mengantri menunggu untuk dilayani.

Bahkan, tak jarang pelancong dari luar kota yang menggunakan pesawat terbang, membawanya sebagai buah tangan pada sanak keluarga di tempat asal.

Entah mengapa, pada akhir 1980-an, pedagang pisang goreng ini tak lagi berjualan.

Banyak cerita beredar seputar tutupnya penjual pisang goreng Gang Padi yang tinggal tak jauh dari tempat berdagangnya itu.

Yang pasti, hingga saat ini, pisang goreng yang rasanya setara dan sekualitas pisang goreng Gang Padi tak pernah hadir kembali.

Penulis: Dr Pahrian Siregar (Alm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *