JAKARTA, borneoreview.co – Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) kembali gagal mencapai target di tahun 2024. Menurut Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Eddy Abdurrachman, realisasi PSR tahun ini hanya berkisar 38-39 ribu hektare dari target 120 ribu hektare.
“Masih belum mencapai target karena banyak kendala. Tahun 2024 ini angkanya sekitar 38-39 ribu hektare,” ujar Eddy usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).
Sejak pertama kali diluncurkan, program PSR terus menghadapi berbagai tantangan yang menghambat realisasinya. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mencatat bahwa sejak 2017, program ini rata-rata hanya mampu mencapai sekitar 50 ribu hektare per tahun. Angka ini jauh dari target yang dicanangkan mantan Presiden Joko Widodo, yakni 180 ribu hektare per tahun.
Eddy menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor utama yang menjadi kendala dalam pelaksanaan PSR, di antaranya, persyaratan administratif yang rumit sehingga banyak petani kesulitan memenuhi syarat program PSR, terutama terkait status lahan.
Masalah seperti tumpang tindih dengan hak guna usaha (HGU) perusahaan lain dan ketidakjelasan status lahan bebas kawasan hutan menjadi hambatan utama. “Harga Tandan Buah Segar (TBS) yang Tinggi Harga TBS kelapa sawit yang saat ini berada di atas Rp 3.000 per kilogram menyebabkan minat petani untuk mengikuti PSR menurun. Banyak petani enggan melakukan peremajaan kebun karena lahan tersebut merupakan satu-satunya sumber pendapatan mereka,” jelasnya.
Selain itu, kemitraan dengan perusahaan pengolah sawit yang belum optimal masih belum maksimal. Untuk meningkatkan efektivitas program PSR, BPDP berencana memperkuat koordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga guna menyederhanakan regulasi serta mempermudah petani dalam mengakses program ini.
Pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong keberhasilan program PSR. Ke depan, langkah-langkah strategis yang akan dilakukan mencakup penyederhanaan regulasi, peningkatan kemitraan dengan perusahaan, serta dukungan teknis dan finansial yang lebih mudah diakses oleh petani.
Dengan adanya perbaikan dalam implementasi, diharapkan target peremajaan sawit rakyat dapat lebih mendekati angka yang telah ditetapkan. Program ini menjadi bagian penting dalam menjaga keberlanjutan industri sawit nasional serta meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia.***
