KUALA KAPUAS, borneoreview.co – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah melakukan konsultasi publik Strategi Jangka Benah (SJB) Sawit di daerah setempat.
Jangka benah adalah salah satu di antara tiga pilar penyelesaian persoalan tenurial adanya kebun sawit di kawasan hutan.
Maksudnya, SJB merupakan konsep pengelolaan kawasan hutan untuk memulihkan ekosistem hutan yang rusak akibat ekspansi kebun kelapa sawit monokultur di dalam kawasan hutan.
“Jangka benah merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai struktur hutan dan fungsi ekosistem diinginkan sesuai tujuan pengelolaan,” kata Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Kapuas Kusmiati, Rabu (10/12/2025).
Hal ini, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021.
“SJB dilakukan melalui penataan kawasan untuk kebun dengan luas di bawah 5 hektare serta pengenaan sanksi administratif bagi penguasaan kebun di atas 5 hektare,” katanya.
Ia mengatakan SJB bentuk upaya komprehensif memperbaiki kondisi hutan yang telah mengalami kerusakan berat.
“SJB merupakan upaya sosio-teknis-kebijakan untuk memperbaiki struktur dan fungsi ekosistem hutan yang terlanjur rusak. Upaya perbaikan ini dilakukan secara bertahap dan komprehensif melalui penguatan kelembagaan, tindakan silvikultur yang terjadwal, dan dukungan kebijakan,” katanya.
Selain aspek lingkungan, SJB juga diharapkan memberi manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat, terutama petani kelapa sawit skala kecil atau smallholders.
“SJB juga menjadi salah satu solusi alternatif untuk penyelesaian masalah penguasaan lahan di kawasan hutan, khususnya bagi petani sawit skala kecil, serta menjadi bagian dari percepatan program perhutanan sosial,” katanya.
Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan memperkuat kolaborasi sebab SJB hanya akan berhasil jika ada kolaborasi lintas sektor yang kuat.
“Terpenting masyarakat petani untuk bersinergi, bergotong-royong, dan berkomitmen penuh dalam upaya pemulihan kawasan hutan,” kata dia.
Kadis LHK Kabupaten Kapuas dr Tonun Irawaty Panjaitan mengatakan jangka benah bukan sekedar kebijakan administrasi biasa, melainkan pendekatan sosio teknis yang dirancang untuk memperbaiki struktur dan fungsi ekosistem hutan yang terlanjur rusak secara bertahap.
“Ini adalah upaya kita bersama untuk menata kembali tata kelola sawit yang berkelanjutan dan memastikan kegiatan ekonomi dapat berjalan selaras dengan prinsip-prinsip konservasi dan perlindungan lingkungan,” ujarnya.
Melalui program ini, pihaknya tidak hanya berfokus pada penegakan aturan namun juga memberikan ruang solusi yang tidak menyusahkan masyarakat dan tentunya dengan mengedepankan aspek kesejahteraan rakyat melalui skema perhutanan sosial dan kemitraan.
“Dengan periode ini kita manfaatkan dengan melakukan penataan administrasi dan legalitas lahan secara cermat, menerapkan tindakan yang disebut dengan silvikultur yaitu teknik budi daya hutan dan konservasi tanah yang terjadwal, serta memastikan adanya penguatan kelembagaan,” katanya.
Ia berharap, dengan adanya konsultasi tersebut seluruh elemen masyarakat di Kabupaten Kapuas dapat menata kembali hutan dari kerusakan, dengan meminimalisasi terjadinya kejadian-kejadian yang nantinya merusak Kabupaten Kapuas.(Ant)
