BANJARBARU, borneoreview.co – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan (DKP Kalsel) telah merehabilitasi 20,3 hektare (ha) kawasan lahan mangrove hingga Juni untuk tahun anggaran 2025, untuk melestarikan lingkungan pesisir.
Kepala DKP Kalsel Rusdi Hartono, di Banjarbaru, Senin, (30/6/2025) mengatakan rehabilitasi mangrove itu fokus di daerah pesisir yang teridentifikasi kritis, terutama di luar kawasan hutan negara atau Area Penggunaan Lain (APL).
“Kegiatan rehabilitasi ini merupakan bagian dari strategi komprehensif untuk memulihkan ekosistem pesisir yang terdegradasi dan memperkuat ketahanan lingkungan di wilayah pesisir Kalsel,” kata Rusdi.
Dari total luas tersebut, DKP Kalsel menanam 113.000 pohon mangrove pada dua kabupaten, yakni di Tanah Bumbu meliputi wilayah Sungai Loban seluas 3,6 ha dengan target 20.000 pohon, dan di Tanah Laut seluas 16,7 ha dengan menanam 93.000 pohon mangrove.
“Total penanaman yang dilakukan pada dua kabupaten ini mencapai 113.000 pohon,” ujar Rusdi.
Sementara itu, kawasan pesisir di Kabupaten Banjar dan Barito Kuala, Rusdi menjelaskan sebagian besar lahan mangrove di wilayah tersebut relatif lebih pendek dan masuk kawasan hutan negara.
Oleh karena itu, kewenangan rehabilitasi area tersebut berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Program rehabilitasi yang kami fokuskan memang berada di luar kawasan hutan negara sesuai dengan mandat dan kewenangan kami,” ujar Rusdi.
Program rehabilitasi mangrove yang digagas DKP Kalsel tersebut juga melibatkan masyarakat pesisir secara aktif dan rutin setiap tahapan kegiatan, dimulai dari penyediaan bibit, proses penanaman, hingga pemeliharaan pasca tanam dengan mekanisme kerja sama dilakukan melalui pengadaan dengan pihak ketiga yang menggandeng kelompok masyarakat lokal.
DKP Kalsel melibatkan masyarakat di sekitar kawasan yang direhabilitasi, mulai dari menyiapkan bibit, menanam, bahkan ikut menjaga setelah kegiatan selesai. Untuk memastikan keberlanjutan program, DKP Kalsel membentuk kelompok masyarakat yang telah mendapatkan edukasi dan dibuatkan Nota Kesepahaman (MoU) untuk kerja sama pengawasan.
Rusdi menjelaskan rehabilitasi mangrove memiliki manfaat yang sangat luas, tidak hanya untuk menjaga kelestarian ekosistem pesisir, tetapi juga untuk mendukung keberlanjutan sektor perikanan dan potensi pengembangan ekowisata, dengan ideal satu hektare kawasan budi daya perikanan didukung tiga hektare kawasan mangrove.
Selain itu, beberapa kawasan pesisir yang direhabilitasi, juga diarahkan untuk dikembangkan menjadi ekowisata mangrove yang dilakukan bersama pemerintah desa dan kelompok masyarakat lokal.
Rusdi menegaskan seluruh kegiatan penanaman mangrove telah selesai dilaksanakan sesuai dengan musim tanam yang ideal, yaitu antara bulan Maret hingga akhir Mei, karena pertimbangkan waktu tanam ini sangat krusial untuk memastikan keberhasilan program rehabilitasi.
“Penanaman di luar musim tersebut berisiko karena kondisi cuaca dan daya tumbuh bibit yang lebih rendah,” ujar Rusdi. (Ant)