SAMARINDA, borneoreview.co – Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mengungkap bahwa pembasahan kembali atau ‘rewetting’ pada lahan gambut dapat menurunkan emisi gas karbondioksida secara signifikan. Temuan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam mitigasi perubahan iklim.
Nisa Novita, peneliti utama YKAN dan Senior Manager Karbon Hutan YKAN, menjelaskan bahwa intervensi ‘rewetting’ melalui pembangunan sekat kanal di perkebunan sawit pada lahan gambut dapat mengurangi emisi gas karbondioksida secara signifikan, tanpa mempengaruhi emisi metana.
“Penelitian kami menemukan bahwa upaya ‘rewetting’ ini berdampak positif dalam pengurangan emisi CO2,” ujar Nisa dalam keterangan tertulisnya.
Penelitian ini merupakan hasil kolaborasi antara YKAN, Universitas Tanjungpura, IPB University, Badan Nasional Riset dan Inovasi (BRIN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Stanford University, United Nations University, Oregon State University, dan The Nature Conservancy. Hasil riset telah dipublikasikan dalam jurnal Science of The Total Environment dengan judul Strong climate mitigation potential of rewetting oil palm plantations on tropical peatlands, terbit pada 26 Agustus 2024.
Penelitian ini berangkat dari masalah deforestasi lahan gambut tropis di Indonesia yang telah terjadi selama beberapa dasawarsa, terutama akibat konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Lahan gambut dikenal sebagai penyimpan karbon terbesar dibandingkan hutan tropis dan mangrove. Namun, lahan gambut yang dikeringkan dan terdegradasi diperkirakan menyumbang hingga 5 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca global akibat aktivitas manusia.
Wahyu Catur Adinugroho, Peneliti Ahli Utama Pusat pada Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, menambahkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk menghitung secara akurat penurunan emisi dari kegiatan pembasahan kembali lahan gambut yang terdegradasi. Penelitian dilakukan di tiga area berbeda: perkebunan kelapa sawit yang telah dikeringkan, perkebunan kelapa sawit yang telah dibasahi kembali, dan hutan sekunder. Lokasi penelitian mencakup Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Metode yang digunakan meliputi pengukuran fluks gas karbondioksida dan gas metana menggunakan metode dynamic closed chamber, serta pengukuran suhu tanah, tinggi muka air tanah, dan parameter iklim.
“Kami menemukan bahwa upaya ‘rewetting’ melalui pembangunan sekat kanal dapat mengurangi laju dekomposisi gambut sebesar 34 persen dibandingkan dengan gambut yang tidak dibasahi,” tambah Wahyu. (Ant)