JAKARTA, borneoreview.co – Awan menggantung belum lama bergeser, ketika cahaya matahari pada akhirnya menyentuh dinding-dinding rumah yang rapat di Gang Dahu, Legoso, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten.
Hujan di luar musim dalam beberapa waktu terakhir semakin terasa terbiasa. Membawa aroma tanah basah yang melanglang ke udara, bercampur wangi gorengan yang menguar dari dapur tetangga.
Di lorong sempit yang hanya cukup untuk dua orang berpapasan, langkah-langkah kecil berlarian, disertai suara tawa yang memantul di dinding rumah-rumah kayu dan tembok kusam.
Sesekali terdengar hentakan kaki kecil menyipratkan sedikit air sisa hujan yang gamang.
Sebagian anak masih menggenggam pensil dari sekolah pagi tadi, sebagian lain menenteng buku bergambar yang lusuh di tepinya.
Mereka menuju sebuah pintu sederhana yang terbuka lebar, seolah menunggu untuk menyambut siapa saja yang datang.
Di balik pintu itu, berdiri Rumah Belajar Abhipraya. Itu bukan sekolah formal, melainkan ruang hidup yang menampung harapan, mimpi, dan keberanian anak-anak yang sebelumnya tak punya tempat tambahan untuk belajar.
Halaman kecil di depannya sering berubah fungsi menjadi kelas terbuka. Bau tanah bercampur harum kertas, suara burung kadang terdengar bersahut dengan riuh celoteh anak-anak yang tak segan bertanya.
Tidak ada papan nilai di sini, hanya papan tulis penuh coretan ide, sketsa, dan warna yang menceritakan banyak kisah.
Dari ruang ini, sebuah cerita berangkat jauh melampaui batas gang sempitnya, hingga menembus panggung dunia.
Belum lama, Rumah Belajar Abhipraya didaulat menjadi nominee, tepatnya sebagai salah satu finalis Grassroots Innovation Powered by Purpose, ajang internasional yang menyoroti inisiatif akar rumput dengan solusi nyata bagi komunitas.
Bagi para relawan, pencapaian ini bukan sekadar kebanggaan, melainkan pengakuan bahwa sesuatu yang dimulai dari kebutuhan sederhana bisa menjadi inspirasi global.
Abida Azzahra, salah satu relawan yang juga mahasiswa pendidikan, mengisahkan bagaimana pendekatan mereka yang sederhana namun menyentuh inti kebutuhan anak-anak membuat program ini diperhitungkan.
Tidak ada kemegahan fasilitas, tetapi ada kehangatan, relevansi, dan rasa percaya yang tumbuh di setiap pertemuan. Di sini, belajar berarti membuka jendela dunia lewat cara yang akrab dan menyenangkan.
Permainan Kolaboratif
Rumah Belajar ini mengusung metode Outdoor Creative Learning, sebuah pembelajaran di luar kelas yang menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari dan alam.
Matematika bisa dipelajari melalui menghitung biji-bijian di kebun kecil, sains diperkenalkan lewat mengamati kupu-kupu, dan keterampilan sosial dibangun melalui permainan kolaboratif.
Pendekatan ini menjembatani konsep abstrak dengan pengalaman konkret, membuat anak-anak bukan hanya menghafal, tetapi memahami dan merasakannya.
Bagi anak-anak yang sebelumnya terpinggirkan dari arus utama pendidikan, metode ini menjadi jendela baru.
Abida bercerita tentang anak-anak yang awalnya pemalu kini berani berbicara di depan teman-temannya, atau yang dulu enggan belajar kini datang lebih awal sebelum kelas dimulai.
Perubahan ini lahir bukan dari paksaan, melainkan dari rasa nyaman dan aman yang dibangun bersama. Anak-anak belajar bukan untuk nilai, melainkan untuk memahami diri dan dunia.
Di mata para relawan, inilah pendidikan yang memerdekakan, yang menumbuhkan rasa ingin tahu, membentuk karakter, dan melatih keberanian mengambil peran.
Dalam setahun terakhir, Rumah Belajar Abhipraya telah menjangkau 100 anak dan 60 orang tua, serta mengadakan 16 sesi pembelajaran yang memadukan pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.
Anak-anak belajar tentang pentingnya gizi, cara memilah sampah, hingga bertanam di lahan sempit. Orang tua ikut terlibat, memastikan semangat belajar tidak berhenti di halaman Rumah Belajar.
Pendekatan ini membuktikan bahwa pendidikan sejati adalah ekosistem, di mana keluarga, lingkungan, dan komunitas bergerak bersama.
Masuknya Rumah Belajar Abhipraya ke sepuluh besar finalis internasional memberi dorongan baru bagi Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) untuk memperluas jangkauan.
Bagi mereka, penghargaan bukan tujuan akhir, melainkan bahan bakar untuk berbuat lebih banyak. Inovasi pembelajaran akan terus dikembangkan agar semakin banyak anak yang merasakan manfaatnya.
Harapannya, pendekatan ini dapat menjadi inspirasi bagi inisiatif pendidikan lain di Indonesia, terutama di wilayah dengan keterbatasan sumber daya.
Di tengah tantangan pendidikan nasional, kisah ini membuktikan bahwa solusi tidak selalu lahir dari kebijakan besar atau teknologi mutakhir. Terkadang, langkah kecil yang dimulai dari satu komunitas bisa mengubah arah hidup seseorang.
Cahaya Harapan
Apa yang dilakukan di Gang Dahu, Legoso, adalah bukti bahwa pendidikan yang relevan, kreatif, dan manusiawi dapat menyalakan cahaya harapan.
Ketika anak-anak diberi kesempatan belajar tanpa takut salah, rasa percaya diri mereka tumbuh, dan dari sanalah masa depan mulai dibentuk.
YAICI tidak berhenti hanya pada pendidikan anak. Mereka mengembangkan program sosial dan pemberdayaan yang menjangkau aspek kehidupan masyarakat termasuk penyuluhan gizi, pelatihan keterampilan hidup, hingga kegiatan lingkungan yang melibatkan warga secara aktif.
Pendidikan dan pemberdayaan berjalan beriringan, menciptakan perubahan positif yang berakar kuat sehingga tak mudah runtuh oleh waktu.
Pengalaman Rumah Belajar Abhipraya mengingatkan kita bahwa pendidikan adalah proses membentuk manusia seutuhnya.
Bukan sekadar menambah pengetahuan, tetapi menumbuhkan keberanian untuk bermimpi dan berusaha. Inovasi pendidikan tidak harus memutus dari akar budaya, melainkan bisa memadukan nilai-nilai lokal dengan pendekatan baru yang relevan.
Yang terpenting, pendidikan adalah tentang membuka pintu, memberi kesempatan bagi setiap anak untuk melangkah menuju masa depan yang lebih cerah.
Bagi yang melihat dari luar, Rumah Belajar Abhipraya mungkin hanya bangunan sederhana di gang kecil. Namun bagi mereka yang pernah masuk ke dalamnya, tempat ini adalah titik awal perubahan.
Di sinilah anak-anak belajar memandang dunia dengan mata yang lebih luas, orang tua menemukan cara baru mendukung anak mereka, dan para relawan menyadari bahwa waktu yang mereka berikan adalah investasi berharga bagi masa depan.
Kisah ini mengajarkan bahwa di setiap sudut kota, bahkan di tempat yang paling tak disangka, ada percikan kecil yang bisa menyala menjadi cahaya besar. Dan di Gang Dahu, cahaya itu telah mulai menyinari banyak jalan menuju masa depan.***