Sawit Watch Perbaiki Permohonan Uji Materi UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi

JAKARTA, borneoreview.co – Perkumpulan Pemantau Sawit (Sawit Watch), sebagai Pemohon Perkara Nomor 181/PUU-XXII/2024, telah melakukan perbaikan permohonan terkait pengujian materi Pasal 12A, Pasal 17A, dan Pasal 110B Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Pemohon berpendapat bahwa ketentuan tersebut menimbulkan kerugian konstitusional bagi kelompok masyarakat rentan di perkebunan sawit dan menghambat transformasi perkebunan sawit berkelanjutan.

“Menurut pandangan Pemohon, ketentuan ini tidak berpihak pada kelompok masyarakat rentan di perkebunan sawit dan menimbulkan ketidakadilan bagi perkebunan sawit skala kecil. Upaya mendorong transformasi perkebunan sawit berkelanjutan yang bebas dari deforestasi juga terhalangi,” ujar kuasa hukum Pemohon, Raja Martahi Nadeak, dalam sidang perbaikan permohonan yang berlangsung pada Kamis (6/3/2025) di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, dilansir dari situs MKRI.

Dalam sidang tersebut, Raja Martahi Nadeak membacakan petitumnya yang telah diperbaiki. Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonan secara keseluruhan, termasuk menyatakan bahwa beberapa ketentuan dalam Pasal 12A, Pasal 17A, dan Pasal 110B UU 18/2013 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Perkumpulan Pemantau Sawit, yang didirikan pada tahun 1998, adalah lembaga yang fokus pada kajian kebijakan dan hukum terkait pengelolaan sumber daya alam, khususnya kelapa sawit, serta dampaknya terhadap ekologi, sosial, dan ekonomi. Dalam permohonan ini, Pemohon berjuang untuk melindungi hak-hak petani, pekebun, dan masyarakat adat yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

“Ketentuan ini berpotensi menghalangi visi dan misi kami dalam memperjuangkan kedaulatan rakyat dalam pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan,” jelas Koordinator Badan Pengurus Perkumpulan Pemantau Sawit, Nurhanudin Achmad.

Pemohon juga menekankan bahwa banyak individu yang tinggal di sekitar kawasan hutan dan terlibat dalam kegiatan sawit belum terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan. Oleh karena itu, Pemohon berharap pemerintah dapat bertindak persuasif untuk melakukan penataan kawasan hutan yang inklusif, tanpa tindakan represif terhadap masyarakat yang belum terdaftar.

Perkara ini disidangkan oleh Majelis Hakim Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah, didampingi oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur. Sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan persidangan lebih lanjut untuk memutuskan langkah selanjutnya, apakah permohonan ini akan diputus tanpa pemeriksaan sidang lebih lanjut atau dilanjutkan dengan menghadirkan ahli, pihak terkait, dan pemberi keterangan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *