PONTIANAK, borneoreview.co – Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan mengatakan realisasi belanja daerah Pemprov Kalbar sudah berada pada kisaran yang cukup baik di mana menjelang akhir tahun ini, serapan belanja Kalbar telah mencapai 78 persen.
“Untuk Kalimantan Barat, belanja kita hampir 80 persen, sekitar 78 persen sekian. Bahkan realisasi belanja sudah lebih dari 100 persen terhadap target tertentu, sekitar 103 persen,” kata Ria Norsan usai mengikuti evaluasi bersama Mendagri secara virtual, di Pontianak, Rabu (24/12/2025).
Meski demikian, ia mengakui sisa lebih pemakaian anggaran (silpa) tetap akan ada, meskipun besarannya diperkirakan relatif kecil. Beberapa faktor penyebab silpa antara lain kegiatan yang gagal lelang serta sisa anggaran dari pelaksanaan program.
“Silpa pasti tetap ada, besar kecilnya saja. Biasanya baru bisa kita ketahui di awal Januari, sekitar tanggal 5 sampai 10,” tuturnya.
Ria Norsan menilai, secara umum keseimbangan antara pendapatan dan belanja daerah Kalimantan Barat sudah cukup baik. Ia memperkirakan besaran silpa berada pada kisaran 5 hingga 10 persen.
“Kalau kita lihat tadi, realisasi pendapatan dan belanja sudah relatif imbang. Paling silpa-nya sekitar lima sampai sepuluh persen,” katanya.
Norsan mengatakan evaluasi akhir tahun yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyoroti kinerja pendapatan dan belanja daerah di seluruh Indonesia. Evaluasi tersebut dipimpin langsung Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bersama sejumlah direktur jenderal, khususnya Direktorat Jenderal Keuangan Daerah.
“Evaluasi akhir tahun ini langsung dipimpin Pak Mendagri, bersama beberapa dirjen, terutama Dirjen Keuangan Daerah. Intinya membahas kinerja pendapatan dan belanja daerah,” kata Ria Norsan.
Menurutnya, secara umum realisasi pendapatan daerah di banyak provinsi serta kabupaten/kota telah mencapai target tinggi, bahkan sebagian sudah menyentuh 100 persen. Namun, serapan belanja masih menjadi persoalan di sejumlah daerah.
“Contohnya, pendapatan sudah 100 persen, tapi belanjanya baru 50 persen. Itu berarti ada masalah. Rata-rata tadi memang pendapatannya sudah 100 persen atau di kisaran 80–90 persen, tapi belanjanya masih ada yang 60–70 persen,” ujarnya.
Ria Norsan menjelaskan, jika serapan belanja berada di bawah 70 persen, hal tersebut berpotensi menimbulkan sisa lebih perhitungan anggaran yang cukup besar. Kondisi itu terjadi di beberapa daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi, yang pendapatannya tinggi tetapi belanjanya masih rendah.
“Kalau belanja rendah, dikhawatirkan silpa-nya besar. Itu yang tadi didorong oleh Kemendagri, bagaimana caranya agar tahun depan serapan belanja bisa maksimal,” katanya.
Ia berharap evaluasi dari Kemendagri tersebut dapat menjadi dasar perbaikan perencanaan dan pelaksanaan anggaran daerah pada tahun berikutnya, sehingga anggaran dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. (Ant)
