KUBURAYA, borneoreview.co – “Saya sdh search ke IG FB tiktok dll 99% pejabat negara dr bupati gub sampai menteri tak ada yg berani open coment dan gabung bersama dlm group krn mereka takut dikritik cuma jujur mas jiwo ini type fighter dan berani di kritik…”
Pesan itu muncul di WhatApp Group (WAG) Setya Jiwa. Pengirimnya, Kaka MC. Pesan itu terlihat biasa saja. Ada kesan glorifikasi. Juga harapan dan perhatian.
WAG Setya Jiwa merupakan ruang interaksi antara kepala daerah di Kubu Raya, Sujiwo dan Sukiryanto, dengan warganya. Semua anggota grup bisa langsung menyuarakan pendapat, uneg-uneg atau keluhannya, dalam proses jalannya pembangunan dan tata pemerintahan di Kubu Raya.
WAG Setya Jiwa menemukan momentum yang baik. Apalagi ditengah keringnya komunikasi langsung antara pemimpin dan warga, dalam satu forum komunikasi di era digital. Ada kepedulian dan keberanian untuk berinterksi langsung dengan rakyatnya.
Bupati Sujiwo, agaknya sangat memahami pola komunikasi di era digital yang sudah sangat berubah, seperti sekarang ini.
Dalam buku berjudul, “Jagad Digital: Pembebasan dan Penguasaan” karya Agus Sudibyo menulis, komunikasi merupakan proses mengandalkan kesetaraan antar posisi dan interaktivitas antaraktor (hal: 366).
“Umpan balik menjadi syarat dari peristiwa komunikasi,” tulis Agus Sudibyo.
Sementara komunikasi massa atau melalui media massa yang terjadi adalah paradoks. Proses komunikasi masih dijalankan sebagai proses satu arah.
Munculnya media sosial membawa perubahan revolusioner. Alasannya? Media sosial hadir untuk menjadikan semua orang, sebagai sumber dan pelaku komunikasi.
Lalu, bagaimana WAG Setya Jiwa tercipta?
“Awalnya, grup WAG Setya Jiwa dibuat untuk menghimpun dukungan dari masyarakat, saat kampanye Pilkada 2024,” kata salah satu sumber internal di WAG Setya Jiwa.
Pascaterpilih sebagai bupati dan wakil bupati periode 2025-2030, Sujiwo dan Sukiryanto, tetap mempertahankan grup tersebut. Ketika Pilkada telah usai, Sujiwo dan Sukiryanto menambahkan lebih banyak anggota.
Kini, WAG Setya Jiwa beranggotakan orang dari berbagai macam profesi. Ada wakil gubernur, anggota DPRD, kepala-kepala OPD di lingkungan Pemkab, camat dan para kepala desa, NGO, hingga jurnalis.
Bahkan, termasuk tokoh-tokoh dan pimpinan partai politik yang berseberangan dengan pasangan Jikir (Sujiwo dan Sukiryanto) ketika Pilkada berlangsung.
Penamaan Setya Jiwa tidak ada kaitannya dengan nama Sujiwo.
“Beliau menamai grup dengan nama Setya Jiwa, agar segenap anggotanya dapat menjadi insan yang berprinsip, memegang teguh janji setia, dan tidak mempunyai loyalitas ganda,” kata sang sumber.
Hingga 12 Oktober 2025, pukul 12.0 Wib, jumlah anggota WAG Setya Jiwa berjumlah 1003 anggota. Mereka terdiri dari berbagai macam profesi.
Dari menghimpun kekuatan politik, kini fungsi grup menjelma sebagai sarana komunikasi. Tujuannya, supaya segala informasi, keluhan, dan masalah yang dialami rakyat, dapat diatasi secara cepat dan efisien.
Isi WAG sangat dinamis. Setiap hari ratusan pesan masuk. Ada sekedar ucap salam kepada sesama anggota grup. Biasanya, setiap pagi, bakal bermunculan ucapan selamat pagi. Ajakan untuk shalat. Doa keselamatan untuk anggota WAG.
Anggota WAG juga berbagi informasi berita atau artikel. Berita kegiatan Bupati Sujiwo. Berita politik nasional dan internasional, hingga berita acara pengajian.
Usulan program, hingga kritikan terkait pembangunan jalan, jembatan, taman dan lainnya, kerap meluncur dengan cepat dan deras. Ada yang menanggapi dengan reaktif, positif, atau sekedar kasih jempol.
Dan, kerennya, Bupati Sujiwo kerap menanggapi postingan itu secara langsung. Bahkan, ia juga langsung memposting pesan, atau memasukkan anggota WAG terbaru.
Sesuatu yang terlihat remeh temeh. Tapi, inilah sikap rendah hati yang dimilikinya. Penghargaan diungkapkan dengan cara sederhana dan kontektual. Membuat orang yang menerima perlakuan itu, merasa ditinggikan derajatnya.
Maka, tak berlebihan bila, anggota WAG seperti Kaka MC memberikan penilaian, seperti dalam pembuka tulisan ini.
Memudahkan Koordinasi
Kehadiran WAG Setya Jiwa memudahkan koordinasi dan komunikasi, antara pemimpin dengan warga. Contoh sederhana, ketika ada warga kurang mampu tak bisa berobat.
Warga yang mengetahui peristiwa, segera memberi laporan ke WAG. Ada penjelasan dan diskripsi, terkait situasi terakhir sang korban.
Tak berselang lama, anggota grup menanggapi. Selebihnya, para pemangku kebijakan di tingkat Puskesmas atau Rumah Sakit, menjalankan fungsi dan tugasnya.
Pasien tertangani. Tanpa drama atau aksi penolakan. Seperti yang pernah terjadi, karena tak ada BPJS, uang pangkal berobat, atau lainnya.
Urusan berjalan lancar. Semua senang. Terlebih warga dan keluarga yang sedang dirudung sakit. Ucapan terima kasih dan doa terus dipanjatkan.
Ruang Komunikasi Politik
Bupati Sujiwo lahir di Kubu Raya pada 5 September 1967. Dia menamatkan sekolah dasar hingga pertama di Rasau Jaya, Kubu Raya. Lulus di SMA 7 Pontianak. Ia kuliah D3, lanjut ke S1, hingga lulus di Magister Fisip Untan, Jurusan Politik.
Lulus kuliah, ia jalani dengan kerja sebagai SDM di PT Astra Grup. Karir politik, ia mulai sebagai kader di PDIP sejak 1999.
Selanjutnya, tahun 1999-2018, adalah perjalanan politik sebagai anggota DPRD, Ketua Komisi DPRD, Wakil dan Ketua DPRD Kubu Raya. Tahun 2019-2024, ia menjadi Wakil Bupati Kubu Raya. Tahun 2025-2029, Sujiwo menjadi Bupati Kubu Raya.
Ia konsisten di satu partai. Sikap politik yang jarang dimiliki politisi sekarang ini. Mereka kerap pindah partai. Yang penting bisa akomodir kepentingan, sehingga dapat duduk di bangku legislatif.
Bupati Sujiwo jalani proses panjang dan berjenjang dalam politik, bareng PDIP. Ada kesetiaan. Ada sikap dan konsistensi. Tak bisa pindah ke lain hati.
Sikap itu, tentu terkait dengan ideologi. PDIP miliki ideologi nasionalis, sudah tentu menarik perhatian Bupati Sujiwo.
Partai nasionalis menaugi beragam agama dan etnis, tentu bawa semangat pembauran. Sangat kontekstual dengan kondisi Indonesia.
Perjalanan panjang politik Bupati Sujiwo, tentu saja menjejak dalam pola dan prilaku politik. Yang saat ini dijalani. Hal itu bisa kita lihat, dalam berbagai postingan di WAG Setya Jiwa.
Misalnya, ketika Bupati Sujiwo harus benahi fasilitas publik di Kubu Raya. Seperti taman, jalan, jembatan, tempat parkir, pasar hingga ruang publik lainnya.
Semua itu, ia sosialisasikan menggunakan video-video pendek. Ia gandeng media arus utama. Juga berbagai platform media sosial. Terkait produknya?
“Saat ini, eranya audio visual. Video lebih mudah dipahami, dan menarik bagi netizen,” ungkapnya, saat pertemuan di kantor Bupati Kubu Raya.
Ada tim pembuat video yang selalu mengikuti. Menaruh kamera agar angle dan sudut pandangnya menarik. Dan, tentu saja pesan harus relevan dengan situasi yang sedang terjadi.
Dalam berbagai video, Bupati Sujiwo paham sekali menggunakan gestur. Vibrasi dan intonasi suara.
Kombinasi itu semua, tentu saja menghasilkan video yang selalu ditunggu. Menghentak kesadaran warga. Video dibagikan ke WAG Setya Jiwa. Selanjutnya, tersebar ke berbagai WAG yang diikuti anggota.
Bupati Sujiwo telah menemukan kombinasi yang baik, bagi komunikasi politiknya di Setya Jiwa. Namun, kesadaran netizen yang beragam tersebut, tentu butuh pendampingan. Ada pembelajaran bersama.
Setya Jiwa, semoga selalu berjiwa dan memanusiakan manusia.***