PONTIANAK, borneoreview.co – Inovasi pengendalian inflasi di Kalimantan Barat semakin menonjol berkat sinergi tiga daerah, yakni Kubu Raya, Pontianak, dan Mempawah. Dikenal dengan sebutan Kuponwah, sinergi ini digagas untuk menjawab tantangan inflasi dan memperkuat ketahanan pangan regional secara berkelanjutan.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Barat, Doni Septadijaya, menyatakan bahwa model sinergi Kuponwah memberikan kontribusi signifikan dalam menjaga stabilitas harga dan ketahanan pangan. Bahkan, inisiatif ini dinilai berpotensi menjadi model nasional pengendalian inflasi.
“Sinergi tiga daerah Kuponwah ini memberikan manfaat besar, baik dari sisi pengendalian harga, penguatan ketahanan pangan, maupun peluang memperoleh insentif fiskal dari pusat,” ujar Doni, Kamis (31/7/2025).
Rencana aksi Kuponwah berlandaskan pada empat pilar utama pengendalian inflasi, yaitu:
– Keterjangkauan harga
– Ketersediaan pasokan
– Kelancaran distribusi
– Komunikasi efektif
Berbagai program dirancang untuk mendukung strategi tersebut, antara lain pelatihan petani dan peternak, pengembangan bibit unggul, penguatan koperasi dan BUMDes, serta gerakan tanam cabai rawit di kawasan permukiman padat.
Dalam jangka panjang, Kuponwah mengembangkan inovasi seperti urban farming, digital farming, dan sistem ketahanan pangan berbasis resiliensi. Semua upaya ini dilakukan demi menjaga ketersediaan bahan pangan lokal dan menstabilkan harga kebutuhan pokok.
Doni juga menekankan pentingnya TPID Award sebagai indikator kinerja pengendalian inflasi. Penghargaan ini membawa konsekuensi positif berupa Dana Insentif Daerah (DID) yang dapat digunakan untuk mendukung berbagai program strategis.
“Pontianak berpotensi meraih TPID Award 2025. Ini bukan sekadar prestasi, tapi nyata dampaknya bagi masyarakat,” kata Doni.
Secara nasional, inflasi Kalimantan Barat tergolong stabil. Namun, tantangan tetap ada. Pada 2022, terjadi lonjakan inflasi hingga 5,3 persen akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Tekanan ini terutama berasal dari sektor pangan, di mana sekitar 58 persen pengeluaran masyarakat Kalbar digunakan untuk konsumsi bahan pangan.
Komoditas seperti daging ayam ras, telur ayam ras, minyak goreng, dan beras menjadi penyumbang inflasi tertinggi. Doni menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara daerah produsen (Kubu Raya dan Mempawah) dengan Pontianak sebagai pusat konsumsi utama.
“Jangan sampai bahan pangan diproduksi di Kalbar, tapi justru tidak tersedia untuk kebutuhan masyarakatnya sendiri,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, Bank Indonesia mendorong pembentukan dashboard data Kuponwah. Platform ini akan mengintegrasikan informasi harga pangan dari pasar utama di tiga wilayah. Tujuannya adalah menyusun kebijakan berbasis data aktual, bukan sekadar opini.
Dengan model pengendalian inflasi Kuponwah, Kalimantan Barat membuktikan bahwa kolaborasi lintas wilayah yang solid dapat menghasilkan kebijakan efektif dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Ke depan, sinergi ini dapat menjadi fondasi strategis bagi stabilitas ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.***