Site icon Borneo Review

SPPG Purbalingga Wetan, Ikhtiar dan Jalan Panjang Menuju Anak Sehat dan Cerdas di Indonesia

Makan Bergizi Gratis

Sejumlah siswa SDN 47 Singkawang Selatan mengikuti program MBG diselenggarakan Pemkot Singkawang, Kalbar. ANTARA/Narwati

PURBALINGGA, borneoreview.co – Pukul delapan malam di Kelurahan Purbalingga Wetan, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, ada yang beda.

Ketika sebagian besar warga mulai beristirahat, suasana berbeda justru terasa di sebuah dapur besar.

Relawan berdatangan ke dapur dengan menggunakan alat pelindung diri (APD). Mereka menyiapkan berbagai bahan baku masakan.

Selanjutnya pada dini hari, denting panci beradu dengan sendok, aroma sayuran segar mulai diolah, dan suara koordinasi terdengar jelas.

Di sinilah denyut kehidupan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terlihat.

Keberadaan mereka mungkin belum banyak dikenal masyarakat, tetapi hasil kerja mereka memberi pengaruh nyata bagi ribuan penerima manfaat di Kecamatan Purbalingga Kota.

Lebih dari sekadar menyediakan makanan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), SPPG adalah ikhtiar bersama untuk menyiapkan generasi sehat dan cerdas di masa depan.

Kepala SPPG Purbalingga Wetan Fiana Zahroh Suciani menjelaskan cakupan layanan di wilayahnya meliputi 12 sekolah mulai KB, TK, SD hingga SMP, serta kelompok ibu hamil, ibu menyusui, dan balita di tiga hingga empat kelurahan.

“Jumlah penerima manfaat sekarang 3.869. Tapi mulai 13 Oktober nanti ada pemerataan, sehingga tiap dapur hanya melayani sekitar 1.900 orang,” katanya.

Program MBG di SMPN 3 Singkawang, Senin (17/2) (ANTARA/Narwati)

Angka itu mencerminkan ribuan cerita: anak sekolah yang lebih bersemangat belajar karena perutnya kenyang, ibu hamil yang tenang karena gizinya terjaga, hingga balita yang tumbuh sehat berkat perhatian ekstra dari program ini.

SPPG Purbalingga Wetan melibatkan 54 relawan meskipun aturan dari Badan Gizi Nasional (BGN) hanya 47 orang.

Penambahan jumlah relawan itu dilakukan atas kebijakan Yayasan Alrahma Bhakti Jatisaba selaku mitra SPPG.

Dalam hal ini, pihak Pemerintah Keluraha Purbalingga Wetan mengharapkan adanya penambahan jumlah relawan yang terlibat dalam SPPG mengingat jumlah warga sekitar yang melamar cukup banyak.

Oleh karena itu, pihak yayasan memberikan tambahan alokasi tujuh orang dengan upah dari mitra, sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Sedangkan 47 orang lainnya ditanggung oleh BGN.

Aktivitas dapur SPPG yang lebih dikenal dengan dapur MBG itu mulai bergerak pada pukul 20.00 WIB dengan melibatkan tim yang bertugas memastikan bahan baku tersedia, dicuci bersih, dan siap diolah.

Selanjutnya tim masak hadir sekitar pukul 22.00 WIB, berganti pakaian dengan seragam dan APD lengkap, lalu mulai memproses bahan-bahan.

Sekitar pukul 02.00 WIB–03.00 WIB, tim mulai memasak untuk pengiriman pertama paket MBG dengan mendahulukan bahan makanan yang harus digoreng, sedangkan sayuran dimasak belakangan.

Semua itu dilakukan agar sayur tidak terlalu lama berada di tempat makan. Semua sayur, maksimal empat setelah matang harus sudah dimakan.

Dalam hal ini, pengiriman pertama paket MBG ditujukan untuk anak-anak TK dan SD, sedangkan aktivitas memasak untuk siswa SMP, dan SMA dimulai pada pukul 07.00 WIB karena masuk kelompok pengiriman kedua.

Semua berjalan disiplin, karena satu kesalahan bisa mempengaruhi ribuan penerima manfaat.

Bahkan, mutu makanan tidak ditentukan dari rasa semata karena ada uji organoleptik –uji pancaindra– yang dilakukan tiga pihak, yakni Kepala SPPG, ahli gizi, dan jurutama masak.

Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga ikut mengawasi dan memastikan setiap proses dapur mendukung kesehatan penerima manfaat.

Menariknya, pengelolaan SPPG Purbalingga Wetan mendapat tambahan kekuatan karena pemilik mitra pelaksana merupakan seorang ahli gizi, sekaligus pengusaha katering berpengalaman, yakni Hj Ning Sudjito.

“Alhamdulillah, mitra kami sudah berpengalaman, jadi sangat membantu. Untuk pemilihan bahan baku dan pengawasan dapur, beliau lebih ahli dari saya. Jadi saya bisa belajar banyak,” kata Fiana.

Dengan keterlibatan tenaga ahli, menu yang tersaji bukan hanya mengenyangkan, melainkan benar-benar memenuhi standar gizi seimbang.

Tidak hanya soal gizi, keberadaan dapur SPPG juga membuka pintu rezeki baru bagi warga sekitar.

Lurah Purbalingga Wetan Oktavi Anggreni mengatakan hampir separuh relawan yang menjadi pekerja dapur adalah warga setempat, sehingga memberi dampak positif yang luar biasa.

Banyak yang sebelumnya menganggur atau tidak punya penghasilan, sekarang bisa mendapat pekerjaan tetap.

“Alhamdulillah, kebutuhan sehari-hari mereka jadi lebih tercukupi, bahkan bisa untuk biaya sekolah anak,” katanya.

Menurut dia, program MBG tidak hanya menyehatkan warga, juga menumbuhkan kemandirian ekonomi.

Warga yang dulunya kesulitan, kini bisa bangkit melalui kesempatan kerja yang diciptakan oleh program ini.

Bagi relawan seperti Erni Kristiana Dewi (47), dapur SPPG adalah ruang harapan. Sejak Februari 2025, dia bekerja di bagian pemorsian makanan.

Dia mengaku bersyukur karena penghasilan sebagai relawan dapur MBG sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Purbalingga, sehingga bisa membantu perekonomian keluarga.

“Anak saya kuliah di Jogja semester 7, satunya lagi mau kuliah tahu depan. Semua terbantu dari hasil kerja di sini,” ujarnya.

Kisah lain datang dari Dapid Mutarib (35). Ia pernah bekerja di Jakarta bersama Hj Ning Sudjito, lalu pulang ke kampung halaman sang istri untuk bergabung di program MBG.

Kini, di dapur MBG, ia mengajarkan cara pemotongan buah dan manajemen dapur pada rekan-rekan kerja.

“Senang sekali bisa melayani anak-anak sekolah lewat makanan bergizi. Sekarang saya bisa kerja dekat keluarga, sambil tetap berbagi ilmu,” kata lelaki asal Tasikmalaya, Jawa Barat, itu.

Cerita Erni dan Dapid menunjukkan bahwa dapur SPPG adalah ruang pengabdian dan pemberdayaan. Para relawan bukan sekadar memasak, tetapi menyiapkan masa depan.***

Exit mobile version