SAMPIT, borneoreview.co – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng), melibatkan tim dari Universitas Gadjah Mada (UGM) meneliti beban pencemar di Sungai Mentaya.
Pemkab Kotawaringin Timur sengaja menggandeng UGM untuk memulihkan Sungai Mentaya karena sungai tersebut merupakan salah satu urat nadi perekonomian setempat.
“Kami mengadakan FGD tentang beban pencemar permukaan air, yang dalam hal ini kami menggandeng UGM khususnya untuk melakukan penelitian di tahun ini,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kotawaringin Timur, Machmoer, di Sampit, Rabu (4/9/2024).
Kerja sama antara DLH Kotim dan UGM dimulai dengan Forum Group Discussion (FGD) penyusunan dokumen alokasi beban pencemar Sungai Mentaya untuk segmen tengah hingga hilir.
Kegiatan ini melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) maupun instansi vertikal yang turut andil dalam menjaga atau mengelola sungai guna menghindari terjadinya tumpang tindih program yang dilaksanakan di Sungai Mentaya. Adapun, pemateri dalam kegiatan ini adalah Galih Dwi Jayanto dari UGM.
Sungai Mentaya adalah sungai terpanjang di Kotawaringin Timur yang membentang dari utara ke selatan sepanjang kurang lebih 400 kilometer dengan banyak anak sungai, antara lain Sungai Cempaga, Sungai Tualan, Sungai Sampit, Sungai Kuayan, Sungai Kalang dan lainnya.
Belakangan ini peran dan fungsi Sungai Mentaya sebagai penyedia sumber daya air terus menurun, kata dia, baik dari segi kuantitas maupun kualitas airnya akibat terjadinya pencemaran.
“Akhir-akhir ini pencemaran tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua pihak, tapi hampir seluruh masyarakat, baik itu PBS, pertambangan, restoran, perbengkelan, lalu lintas kapal, hingga rumah tangga. Makanya, perlu upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut,” tuturnya.
Namun karena keterbatasan waktu dan anggaran, penelitian ini dilakukan secara bertahap. Untuk tahap awal yang ditangani adalah segmen tengah hingga hilir, dengan panjang sungai kurang lebih 100 kilometer.
Dimulai dari titik Bandara Haji Asan Sampit sampai muara tengah Sungai Mentaya, meliputi Kecamatan Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Pulau Hanaut, Mentawa Baru Ketapang, Seranau, dan Baamang.
Manfaat dari kegiatan ini disamping untuk menyelamatkan Sungai Mentaya dari pencemaran yang lebih parah, kata dia, juga untuk menyelamatkan makhluk hidup yang menggantungkan hidup dari sungai tersebut.
“Karena Sungai Mentaya adalah sumber air baku kita, makanya kita perlu melakukan penelitian. Meskipun, dengan keterbatasan waktu dan anggaran hal itu kita lakukan secara bertahap,” imbuhnya.
Ia menambahkan secara kasat mata di Sungai Mentaya jelas terjadi pencemaran. Namun untuk tingkat pencemaran belum bisa dipastikan, karena belum ada parameternya.
Dengan menggandeng UGM, pihaknya ingin menyusun parameter apa dan yang dominan mencemari Sungai Mentaya, sehingga bisa menentukan langkah lebih lanjut untuk menanganinya. FGD juga membahas cara memperbaiki kondisi air sungai setelah terjadi pencemaran. Seluruh proses ini diperkirakan memakan waktu kurang lebih tiga bulan. (Ant)