Tambak Tradisional di Berau Masih Andalkan Hutan Mangrove

BERAU, borneoreview.co – Budi daya udang tambak tradisional menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat di Kampung Pegat Batumbuk, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Dalam praktinya, mereka pun masih mengandalkan hutan mangrove.

Dengan kata lain, sebagian besar tambak tradional di Kampung Pegat Batumbuk, Berau, tersebut berada di wilayah hutan mangrove, sehingga hal itu membuat banyak petambak kurang memahami status legalitas lahan mereka.

Karena itu, Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Berau Utara dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) berkolaborasi memberikan pemahaman sekaligus solusi mewujudkan tambak rakyat berkelanjutan

“Budi daya udang tambak tradisional menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat di Kampung Pegat Batumbuk, Kabupaten Berau, hingga saat ini,” kata Manajer Hubungan Pemerintahan YKAN untuk Berau Gunawan Wibisono di Berau, Rabu (18/9/2024).

Untuk itu, KPHP Berau Utara, Pemerintah Kampung Pegat Batumbuk, YKAN, dan didukung Pemkab Berau, bekerja sama memberikan pemahaman sekaligus solusi terkait status legalitas lahan tambak di Pegat Batumbuk.

Dari total 30.132 hektare luas wilayah administrasi Pegat Batumbuk, sebagian besar berada dalam lahan hutan produksi, hal ini tentu bertolak belakang dengan praktik budi daya tambak tradisional.

Ia menyatakan, praktik yang ramah lingkungan pada pengelolaan tambak tradisional dapat meningkatkan hasil produksi, karena budi daya udang di tambak tradisional sangat bergantung dengan daya dukung lahan di sekitarnya.

Praktik budi daya udang di kampung itu umumnya memanfaatkan lahan mangrove untuk dijadikan tambak, padahal hutan mangrove berfungsi sebagai habitat bagi keanekaragaman hayati yang unik dan melimpah.

Kualitas lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil produksi yang baik, sedangkan untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang sehat, perlu praktik budi daya ramah lingkungan dan berkelanjutan.

“Untuk itu YKAN dengan para mitra mengembangkan metode akuakultur berkelanjutan, yakni Shrimp-Carbon Aquaculture (Secure),” tutur Gunawan.

Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pesisir dengan mengembalikan ekosistem mangrove hingga 80 persen dari total area tambak.

“Termasuk untuk mengoptimalkan area yang tersisa untuk praktik budi daya tambak udang berkelanjutan, serta mampu memberikan produktivitas yang optimal,” ujar Gunawan.(Ant

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *