MATARAM, borneoreview.co – Matahari baru saja menyembul dari balik perbukitan Sumbawa Barat, ketika sekelompok bocah berjalan beriringan menuju sekolah.
Dulu, perjalanan ke sekolah bisa menghabiskan waktu berjam-jam, melewati jalan tanah berbatu.
Bangunan sekolah seadanya, atap bocor, kursi dan meja terbatas, dan fasilitas belajar jauh dari kata layak.
Kini, pemandangan itu berubah. Wajah anak-anak tampak lebih cerah.
Mereka melangkah ringan dengan seragam rapi dan buku di tangan, karena sekolah baru yang lebih representatif berdiri lebih dekat ke desa.
Tidak ada lagi perjalanan melelahkan yang menguras tenaga sebelum mereka duduk di bangku kelas.
Perubahan tersebut tidak hadir secara tiba-tiba. Ia lahir dari proses panjang di mana masyarakat lingkar tambang belajar berdamai dan berdialog dengan industri yang berdiri di tanah mereka.
Titik balik itu datang ketika program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), mulai hadir dan menyentuh sendi-sendi kehidupan warga secara nyata.
AMMAN memahami bahwa pertambangan bukan sekadar soal produksi tembaga dan emas.
Ia juga tentang membangun peradaban baru di sekitar wilayah operasionalnya. Dari kesadaran inilah lahir prioritas pada sektor pendidikan.
Program yang dijalankan beragam, mulai dari pembangunan sekolah, penyediaan beasiswa vokasi, hingga pelatihan keterampilan kerja yang sesuai kebutuhan industri.
Sejak 2023, puluhan pelajar dari keluarga lingkar tambang mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan.
Ada yang memilih jurusan teknik pertambangan, sebagian lain mengambil jalur kesehatan, ekonomi, maupun informatika.
Tujuannya jelas agar nak-anak lingkar tambang tidak hanya menjadi saksi dari keberadaan industri.
Melainkan juga pelaku pembangunan yang kelak dapat terlibat langsung dalam transformasi daerah.
Pendidikan menjadi kunci agar generasi muda memiliki pijakan yang lebih kuat untuk menatap masa depan.
Selain pendidikan, bidang kesehatan juga mendapat perhatian.
Program penyediaan air bersih diluncurkan, sekaligus memperkuat layanan kesehatan masyarakat di tingkat desa.
Kini, banyak keluarga menikmati akses air layak konsumsi tanpa harus berjalan jauh.
Bagi seorang ibu rumah tangga di Maluk, misalnya, keberadaan jaringan air bersih membawa perubahan besar.
Waktu yang dulu habis untuk mengambil air bisa dialihkan untuk merawat anak atau mengembangkan usaha kecil.
Posyandu di beberapa desa pun kini dilengkapi dengan fasilitas baru, sehingga pelayanan gizi dan kesehatan anak menjadi lebih optimal.
Perubahan sederhana seperti ini memberi dampak luar biasa. Seperti kualitas hidup warga meningkat, kesehatan keluarga lebih terjaga, dan masyarakat punya ruang lebih luas untuk mengembangkan potensi diri.
Pemberdayaan Ekonomi
Program CSR ini tidak berhenti pada sektor pendidikan dan kesehatan. Pemberdayaan ekonomi menjadi pilar berikutnya. Kelompok ibu rumah tangga dilatih mengolah produk pangan lokal.
Jagung yang dulu hanya dijual sebagai bahan mentah, kini bisa diolah menjadi keripik atau olahan modern yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Hasil laut pun tidak lagi sekadar dijual segar, tetapi bisa diolah menjadi abon ikan atau produk kemasan lain yang menarik pasar.
Bagi para pemuda, program vokasi membuka jalan baru. Mereka diberi pelatihan berbasis industri sesuai kebutuhan nyata dunia kerja.
Salah satunya adalah Rahman, lulusan SMK dari lingkar tambang. Dulu ia sempat pesimis dengan masa depannya karena merasa sulit menembus perusahaan besar.
Namun, setelah mengikuti pelatihan keterampilan las dan teknik mesin, ia diterima sebagai teknisi di kontraktor tambang.
Keberhasilan ini menumbuhkan rasa percaya diri dan membuka mata banyak pemuda lain bahwa peluang kerja tidak selalu harus dicari jauh dari kampung halaman.
Cerita Rahman menggambarkan betapa keterampilan yang relevan bisa mengubah hidup seseorang.
Ia tidak hanya memperoleh pekerjaan, tetapi juga meraih harga diri baru karena bisa bekerja di tanah kelahiran sendiri tanpa harus merantau.
Yang membuat program CSR ini berbeda bukanlah besar kecilnya bantuan yang diberikan, melainkan pola kolaborasi yang dibangun.
Perusahaan tidak berjalan sendiri, melainkan bekerja sama dengan pemerintah daerah, sekolah, kelompok tani, dan komunitas lokal.
Pola ini membuat program tidak berhenti pada seremoni, tetapi benar-benar menyentuh kebutuhan riil masyarakat.
Pembangunan sarana air bersih, misalnya, dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat sejak tahap perencanaan hingga perawatan.
Rasa memiliki pun tumbuh, sehingga fasilitas tetap terjaga dan digunakan secara berkelanjutan.
Hal serupa juga terlihat dalam pelatihan vokasi.
Hasilnya tidak berhenti pada selembar sertifikat, melainkan keterampilan nyata yang benar-benar dibutuhkan oleh industri tambang dan sektor terkait.
Dengan begitu, peluang kerja semakin terbuka lebar, dan masyarakat memperoleh manfaat langsung dari keberadaan industri di daerahnya.
Harapan di Desa
Perubahan paling terasa dari rangkaian program tersebut adalah lahirnya harapan baru di desa-desa lingkar tambang.
Anak-anak kini lebih mudah melanjutkan sekolah. Pemuda memiliki peluang kerja yang lebih besar dan relevan.
Ibu rumah tangga pun tersenyum bangga karena bisa menambah penghasilan keluarga.
Data perusahaan menunjukkan, sejak 2023 lebih dari 50 pemuda mengikuti pelatihan vokasi di bidang teknik tambang dan mekanik.
Ratusan warga juga telah menikmati manfaat infrastruktur air bersih.
Angka-angka ini mungkin tampak kecil dalam ukuran statistik nasional, tetapi bagi masyarakat Sumbawa Barat.
Setiap angka adalah wajah nyata, cerita nyata, dan kehidupan nyata yang berubah.
Dari desa yang dulu tertinggal, kini perlahan tumbuh keyakinan bahwa masa depan bisa lebih baik. Harapan yang dulu samar, kini menjadi lebih jelas.
Tentu, tidak semua berjalan mulus. Masih ada tantangan yang harus dihadapi.
Mulai dari keterbatasan sumber daya, resistensi sebagian warga, hingga persoalan lingkungan yang kerap menyertai aktivitas pertambangan.
Namun, pendekatan kolaboratif dan keterbukaan yang diterapkan membuat persoalan tersebut perlahan dapat terurai.
Kunci keberhasilan terletak pada partisipasi. Masyarakat tidak hanya menjadi penerima program, melainkan juga mitra dalam setiap langkah pembangunan.
Dari sinilah muncul rasa memiliki yang membuat program bisa bertahan lama, bahkan setelah dukungan perusahaan berakhir.
Program CSR di lingkar tambang Sumbawa Barat menjadi refleksi bahwa industri tambang tidak selalu identik dengan kerusakan atau konflik.
Dengan tanggung jawab dan inovasi, tambang justru bisa menjadi motor transformasi sosial.
Gambaran anak-anak yang kini bisa bersekolah lebih dekat, pemuda yang bisa bekerja di tanah kelahirannya.
Serta, ibu rumah tangga yang tersenyum dengan hasil usaha barunya adalah bukti nyata bahwa butir harapan bisa tumbuh bahkan dari tanah tambang.
Pada akhirnya, pertambangan bukan sekadar menggali emas dan tembaga.
Ia juga menggali masa depan masyarakat. Dan di Sumbawa Barat, masa depan itu kini sedang ditulis bersama oleh perusahaan, pemerintah, dan rakyat.***