KUTAI KARTANEGARA, borneoreview.co – Operasi besar yang melibatkan Bareskrim Polri, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Polda Kalimantan Timur, dan Kodam VI/Mulawarman berhasil menyingkap praktik tambang ilegal berskala besar di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara.
Aktivitas tambang ilegal tanpa izin itu merusak lebih dari 300 hektare kawasan hutan lindung dan menimbulkan kerugian negara hingga Rp80 miliar.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Mohammad Irhamni menjelaskan, para pelaku menjalankan operasi terencana dengan modus pemalsuan izin usaha pertambangan (IUP). Batu bara hasil tambang ilegal kemudian dikirim menggunakan ribuan kontainer, seolah-olah berasal dari perusahaan resmi.
“Dari hasil penyelidikan, kami berhasil menyita 214 kontainer berisi sekitar 6.000 ton batu bara, sejumlah dokumen transaksi, dan bukti rekening keuangan yang mengarah pada praktik ilegal ini,” ungkap Brigjen Irhamni di Jakarta, Senin (10/11).
Polisi telah menetapkan lima orang tersangka. Salah satu di antaranya, berinisial M, diduga sebagai pemodal utama yang menyalurkan hasil tambang melalui dua perusahaan kedok, CV. WU dan CV. BM.
Dua tersangka kini tengah disidangkan, sementara tiga lainnya dalam proses pelimpahan berkas ke kejaksaan. Mereka dijerat Pasal 161 dan 159 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, dengan ancaman lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
Tak berhenti di situ, penyidik juga menelusuri dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta kemungkinan keterlibatan pemegang izin resmi dalam jaringan ini.
“IKN adalah simbol kehormatan negara. Tidak boleh ada aktivitas ilegal yang merusak lingkungan dan menggerogoti kepercayaan publik,” tegas Brigjen Irhamni.
Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam OIKN Myrna Asnawati Safitri menegaskan bahwa operasi ini merupakan bukti komitmen pemerintah menjaga integritas wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) dari praktik tambang liar.
Ia membantah anggapan sejumlah media asing yang menyebut penindakan ini sebagai “pengalihan isu”. Menurutnya, kegiatan tambang ilegal di Tahura Bukit Soeharto sudah berlangsung jauh sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai bagian dari IKN.
Sejak 2023, OIKN telah membentuk Satuan Tugas Penanggulangan Aktivitas Ilegal yang memantau pergerakan tambang liar di sekitar IKN. Hasilnya, ditemukan sekitar 13.000 hektare lahan terdampak serta dibangun 10 pos pengawasan permanen di sekitar kawasan inti.
“Langkah hukum ini penting untuk memberi efek jera dan memastikan pembangunan IKN tidak menodai prinsip keberlanjutan,” ujar Myrna.
Teknologi Satelit untuk Pantau Tambang Ilegal
Pemerintah kini tengah menyiapkan sistem pemantauan digital berbasis satelit guna memperkuat pengawasan di kawasan IKN dan sekitarnya. Sistem ini akan diintegrasikan dengan jaringan lintas instansi, termasuk Kementerian ESDM dan KLHK, agar aktivitas pertambangan tanpa izin dapat terdeteksi lebih cepat.
Langkah-langkah tersebut, kata Myrna, bukan hanya untuk menutup ruang gerak sindikat tambang liar, tetapi juga untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap arah pembangunan IKN yang berlandaskan kemajuan, keberlanjutan, dan penegakan hukum.
“Pembangunan IKN harus menjadi contoh bagaimana kemajuan dan pelestarian lingkungan dapat berjalan seiring,” tutupnya.***
