JAKARTA, borneoreview.co – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyerahkan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ihwal kasus tambang ilegal di dekat Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB), untuk diproses hukum oleh aparat penegak hukum (APH).
“ESDM itu mengelola tambang yang ada izinnya. Kalau nggak ada izinnya, proses hukum saja,” ujar Bahlil setelah Upacara Hari Jadi Pertambangan dan Energi yang digelar di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Bahlil meluruskan bahwa kapasitas Kementerian ESDM adalah mengawasi dan mengelola tambang yang memiliki izin.
Apabila terdapat temuan tambang ilegal atau pertambangan yang tidak memiliki izin, lanjut dia, maka kasus tersebut masuk ke ranah aparat penegak hukum.
“Kalau nggak ada izinnya bisa ke aparat penegak hukum. Kami juga nggak mau main-main urus negara ini,” ucap dia.
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK Dian Patria sebelumnya merilis secara resmi bahwa aktivitas tambang emas ilegal yang diduga dikelola tenaga kerja asing (TKA) asal China di wilayah Sekotong itu beromzet Rp1,08 triliun per tahun.
Dia menjelaskan bahwa pada Agustus 2025, KPK mendapatkan informasi mengenai tambang emas ilegal yang jaraknya sekitar satu jam dari Mandalika.
KPK kemudian meninjau lokasi tambang tersebut dengan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pemerintah terkait untuk menindak tambang ilegal di dekat Mandalika, Nusa Tenggara Barat, yang dinilai bisa produksi tiga kilogram emas satu hari.
Selain itu, dia mengatakan KPK mendapatkan informasi adanya tambang ilegal yang lebih besar dari yang dekat Mandalika, yakni berada di Lantung, Sumbawa, NTB.
“Dan pelakunya mungkin sama dengan yang di Lombok Barat ya. Makanya di sana narasi yang dibangun kemudian dijadikan wilayah pertambangan rakyat,” ujarnya. (Ant)

