Tiga Strategi Ormas Islam Hadapi Geopolitik Global

JAKARTA, borneoreview.co — Organisasi masyarakat Islam di Indonesia memiliki peran strategis dalam menghadapi dinamika geopolitik dan perubahan struktur kekuasaan global. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto, memaparkan tiga strategi ormas Islam yang harus diadopsi agar tetap relevan dan adaptif di tengah tantangan zaman.

Dalam Dialog Ormas Islam dan Organisasi Kepemudaan Islam Tingkat Nasional yang digelar Kementerian Agama, Kamia (31/7/2025), Gun Gun menjelaskan bahwa tantangan politik saat ini bukan lagi dominan pada kekuatan fisik atau struktural, tetapi terletak pada penguasaan narasi, simbolik makna, dan pengelolaan komunitas.

1. Penguasaan Narasi Sebagai Kunci Pengaruh Sosial

Gun Gun menegaskan bahwa penguasaan narasi menjadi elemen penting dalam membentuk opini publik dan arah kebijakan negara. Di era digital, siapa yang menguasai narasi, dialah yang mampu menciptakan realitas sosial.

“Strategi ormas Islam ke depan harus bertransformasi menjadi produsen narasi, bukan hanya sebagai konsumen,” ujar Gun Gun. Hal ini berarti ormas Islam harus aktif menciptakan wacana keumatan dan kebangsaan yang mencerahkan, bukan sekadar mengikuti arus besar media atau kekuasaan.

2. Pengelolaan Simbolik dan Kesadaran Kolektif

Strategi kedua adalah pengelolaan simbolik atau shared group consciousness yang dapat memperkuat kesadaran kolektif umat. Simbol-simbol publik seperti tokoh, istilah, atau ritual memiliki daya pengaruh besar terhadap imajinasi masyarakat.

“Siapa yang menjadi fantasier dalam benak publik, akan memengaruhi arah berpikir komunitas,” kata Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute tersebut.

Dengan mengelola simbol dan bahasa publik secara bijak, ormas Islam dapat menciptakan identitas kuat yang menyatukan komunitas.

3. Tata Kelola Komunitas dan Ruang Privasi

Strategi ketiga adalah Community and Privacy Management (CPF). Menurut Gun Gun, tata kelola komunitas yang baik harus dibarengi dengan kemampuan menjaga ruang privasi anggotanya agar tetap solid dan tidak mudah terpecah.

“Ormas harus membina komunitas secara berkelanjutan. Bukan hanya tampil di ruang publik, tapi juga hadir dalam kehidupan personal anggotanya,” jelas Gun Gun.

Lebih lanjut, Gun Gun menyoroti lemahnya suara kelompok marginal yang seharusnya diperjuangkan oleh ormas Islam. Ia mengingatkan bahwa jika suara alternatif tak diperkuat, maka suara pragmatis dan kekuasaan akan mendominasi, dan ini berbahaya bagi demokrasi.

Ia juga mengkritik budaya “yes man” di internal organisasi sebagai dampak dari fenomena groupthink, yaitu keengganan untuk berbeda pendapat demi menjaga harmoni semu.

“Kita butuh organisasi yang kritis, bukan penurut,” katanya tegas.

Menurut Gun Gun, strategi ormas Islam juga harus diarahkan untuk mencetak kader-kader unggul yang siap menempati posisi strategis di berbagai sektor. Jika mentalitas ikut arus tetap dominan, maka ormas akan kehilangan peran vitalnya sebagai inkubator pemimpin bangsa.

Dengan menerapkan tiga strategi utama; penguasaan narasi, pengelolaan simbolik, dan tata kelola komunitas; ormas Islam diharapkan dapat menjadi kekuatan sosial-politik yang tidak hanya bertahan, tetapi juga memimpin perubahan positif di tengah gejolak dunia yang terus berkembang.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *