JAKARTA, borneoreview.co –
Taman Nasional (TN) Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, dalam ancaman serius. Lahannya tergerus kebun sawit ilegal juga permukiman.
Terkait itu, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) pun memastikan tidak akan ada pembiaran segala bentuk aktivitas ilegal di kawasan TN Tesso Nilo, seperti kebun sawit ilegal, dan terus konsisten melakukan pelindungan terhadap kawasan konservasi itu.
“Kami tegaskan kembali bahwa tidak ada ruang bagi aktivitas ilegal di kawasan pelestarian alam. Tindakan-tindakan tegas akan terus diambil untuk memulihkan, melindungi, dan mengelola Taman Nasional Tesso Nilo,” kata Direktur Konservasi Kawasan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Sapto Aji Prabowo di Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Dia mengatakan pemerintah secara konsisten menjalankan berbagai langkah tegas dan komprehensif untuk melindungi kawasan pelestarian alam itu, yang merupakan habitat penting bagi satwa kunci seperti gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) dan harimau Sumatra (anthera tigris sondaica).
Tesso Nilo dahulu merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Tanaman Industri yang kemudian ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak 2004, dengan luasan yang kini mencapai 81.793 hektare (ha).
Kawasan itu memiliki nilai penting sebagai perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang kaya keanekaragaman hayati dan merupakan salah satu benteng terakhir bagi spesies langka di Sumatra.
Namun, kata dia, kawasan itu menghadapi tantangan serius. Dari total luas, hanya sekitar 24 persen atau sekitar 19.000 ha yang masih berupa hutan, sisanya telah berubah menjadi areal terbuka yang didominasi pemukiman dan kebun sawit ilegal.
Kondisi itu melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Jo. UU Nomor 32 Tahun 2024, yang melarang perubahan keutuhan kawasan pelestarian alam.
Untuk menangani permasalahan itu, pemerintah telah dan terus mengambil langkah-langkah nyata, antara lain penegakan hukum terpadu.
Melalui operasi bersama dengan aparat penegak hukum, dilakukan penindakan terhadap pelaku illegal logging dan perambah, termasuk penangkapan pelaku, perobohan pondok liar, penyitaan alat berat, serta pemusnahan kebun sawit ilegal.
Selain itu, pemerintah juga membentuk Tim Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo, yang kini diperkuat dengan pendekatan berbasis masyarakat.
Pemerintah juga mendorong partisipasi aktif masyarakat lokal, baik asli maupun pendatang, dalam pengelolaan kawasan melalui penguatan kapasitas dan kolaborasi dengan pemerintah daerah.
“Upaya pemulihan ekosistem juga terus diupayakan. Hingga 2021, telah dilakukan pemulihan ekosistem seluas 3.585 ha, mencakup rehabilitasi hutan, DAS, dan kegiatan restorasi oleh Balai TNTN,” tutur Sapto.
Sebagai bentuk keseriusan nasional, pemerintah membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Tim itu diketuai oleh Menteri Pertahanan dengan Ketua Pelaksana Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.
Satgas PKH diberi mandat untuk menindak dan menata ulang pemanfaatan kawasan hutan melalui penagihan denda administratif, penguasaan kembali kawasan hutan, dan pemulihan aset negara di kawasan hutan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Satgas PKH mengabarkan tengah mendalami dugaan pelanggaran terkait keberadaan sertifikat hak milik tanah di TN Tesso Nilo yang sepenuhnya merupakan kawasan hutan lindung.
Penertiban juga dilakukan pada Selasa (10/6/2025) di kawasan itu terhadap berbagai aktivitas ilegal seperti pembangunan rumah, pembukaan kebun dan lahan, penanaman sawit, pemeliharaan ternak, hingga pembakaran hutan.(Ant)